Lupa Diri

June 10, 2020
Sumber: freepik.com

"Maaaa, lihat kaus kakiku ga?", tanyaku sembari mencari-cari di rak baju.
"Ada di laci paling bawah sayang.", jawab mama santai.
"Ah iya ketemu!", timpalku dan langsung bergegas pakai kaus kaki lalu sepatu dan beranjak ke pintu keluar.
"Hei! Kamu lupa sesuatu!!", ujar mama mengingatkan.
Aku pun berhenti dan menoleh pada mama yang sudah berkacak pinggang.
"Apa Ma?"
"Makasihnya mana?"
"Ehehehe. Iya Ma, makasih ya mama cantiiiikkkk. Aku pergi dulu!", kucium pipi mama yang gempal dan mulai berlari keluar. Mama memang selalu mengajarkanku untuk ga boleh lupa mengucapkan kata 'tolong', 'terima kasih', dan 'maaf'. Namun sayangnya, aku masih sering lupa akan hal itu! Ugh.

"Hei, kamu lupa lagi satu hal!", panggil mama kembali.
"Apalagi Ma? Aku sudah telat nih!"
"Jangan lupa pakai maskermu! Jangan lupa juga ya rajin cuci tangan, apalagi sebelum makan.", ucap mama dengan menyodorkan masker dan hand sanitizer padaku.
"Iya Ma. Iya. Dadah Mama."
"Satu lagi, bekalnya jangan lupa dihabiskan!"
"Sippp Ma!"

Hari ini adalah hari pertamaku mulai masuk sekolah kembali setelah sekian lama belajar di rumah efek wabah Corona yang merebak. Sayangnya, di hari pertamaku masuk sekolah ini, aku malah terlambat bangun. Maklum kelamaan di rumah, jadi bangun tidurku siang terus deh. Sekalinya masuk sekolah, aku jadi terlambat bangun. Huh. Kenapa mama ga bangunin aku ya biar ga terlambat. Ah sudahlah, yang penting aku harus secepat kilat sampai sekolah!

Perasaanku hari ini senang, tapi sekaligus was-was juga. Senang karena aku akhirnya bisa melihat dunia luar kembali dan bisa bertemu secara langsung dengan teman-teman di sekolah. Tapi was-was juga karena virus Corona itu masih ada di sekitar dan siap hinggap di mana saja. Hmm pokoknya aku harus sampai sekolah dulu deh. Pikiran yang lainnya nanti saja!

TENG! TENG! TENG!

Tanda bel masuk sudah bunyi. Astaga! Aku masih di dekat gerbang sekolah. Langsung saja kukerahkan segenap tenaga betisku agar bisa sampai di depan gerbang sekolah sebelum gerbang ditutup. Ampas! Lariku masih belum secepat The Flash, karakter pahlawan bikinan DC Comics kesukaanku. Boleh punya idola super hero dengan kecepatan super. Tapi aku yang malas berolahraga dan bangun siang ini mana mungkin kan bisa berlari cepat secepat The Flash. Boro-boro nyamain The Flash, nyamain  kecepatan abang becak dengan muatan 150 kg beras saja aku ga bisa. Paling malu lagi saat tes lari di sekolah dulu. Untuk berlari keliling lapangan sejauh 240 meter sebanyak 6 kali saja aku butuh waktu 25 menit. BAYANGKAN 25 menit! Di saat kalau mau lulus tes lari itu minimal harus bisa diselesaikan selama 12 menit. Alhasil, nilai tes lariku paling jelek satu kelas. Malu banget.

Tapi entah bagaimana, aku berhasil melewati gerbang sekolah sebelum gerbang itu ditutup. Mungkin kecepatan lariku jadi bertambah berkat the power of kepepet. Sedih juga kan di hari pertama masuk, aku malah dihukum karena terlambat. Syukurlah aku berhasil sampai di sekolah just in time.

Sesampainya aku di kelas, keringatku bercucuran dan kemeja bagian punggungku sudah basah. Kalau bagian ketiak ga usah ditanya. Pasti basah. HAHAHA. Aku berharap saja tidak bau keringat. Harusnya tidak sih. Aku menaruh harapan pada body mist yang kupakai untuk menutupi bau badanku.

"Pagi bro and sis!", sahutku pada teman-teman sekelas.
"Pagi. Pas banget lo masuk di waktu bel bunyi.", jawab Ani, gebetanku. Duh seneng deh bisa dapat ucapan selamat pagi dari dia. Dia tampak manis dengan rambutnya dikuncir ke samping.
"Hehehe. Iya. Gue kan menggunakan waktu seefisien mungkin."
"Ya..ya..."
Aku pun nyengir dan berjalan ke kursi kosong yang ada.
"Pagi Bro. Wuiiih, habis ikutan marathon kau? Banyak kali keringatmu.", ujar Ucok, salah satu teman mainku.
"Hehehe. Biasalah. Sudah lama ga ketemu matahari, sekalinya ketemu, langsung dipanggang habis. Jadinya berkeringat gini deh."
"Ah kauuu. Ngeles saja. Paling juga karena lari kencang supaya ga terlambat."
"Hehehe,", jawabku dengan senyum masam. Merusak suasana hatiku yang senang karna dapat ucapan selamat pagi dari Ani saja nih si Ucok.

Tak berapa lama, guru pun masuk ke kelas dan pelajaran dimulai. Bedanya dengan hari-hari biasa sebelum Corona menyerang adalah jumlah murid dalam satu kelas dibagi dua. Awalnya kelasku berjumlah 40 orang. Sekarang karena harus social distancing, kalo kata pemerintah, kelasku jadi dibagi dua. Tentu jam masuknya jadi lain. Kelas pagi dimulai dari jam 7 pagi hingga jam 12 siang. Kelas siang dimulai dari jam 1 siang hingga jam 6 sore. Waktu belajar di sekolah memang mau ga mau dikurangi, sisanya kami diwajibkan untuk belajar mandiri di rumah. Tugas-tugas yang diberikan juga jadi semakin banyak dari biasanya. Ya mau gimana lagi kan. Masuk ke fase new normal pasti butuh waktu. Tapi daripada aku di rumah aja, lebih baik aku pergi bersekolah.

Untungnya absenku dengan teman-teman dekatku berdekatan. Jadi saat pembagian kelas begini, aku masih bisa satu shift dengan teman-teman dekatku. Namun sayangnya, karena absenku termasuk dalam angka kecil, jadi aku masuk ke kelas pagi. Mau ga mau aku jadi harus bangun pagi deh. Ah irinya dengan kelas siang karena bisa bangun siang. Dengar-dengar sih akan ada rotasi shift. Semoga saja itu terjadi.

Lalu hal berbeda yang aku rasakan adalah jarak duduk kami jadi berjauhan. Biasanya satu meja diisi oleh dua orang. Sekarang kami duduk sendiri-sendiri. Tentu saja masker harus kami pakai terus. Meski membuat aku engap, tapi daripada aku berakhir sesak nafas yang tak ada obatnya itu, lebih baik tetap kugunakan selama aku berada di luar.

"Selamat pagi semuanya. Bagaimana kabar kalian?", tanya guruku.
"Stress Bu!"
"Baik ga ya??"
"Masih bisa napas Bu."
"Cape Bu dikasih tugas banyak banget"
dan sahutan lainnya sehingga ruangan kelas jadi seperti sarang lebah. Aku sendiri memilih untuk tidak menjawab.

"Kalau kalian masih bisa masuk ke kelas ini, itu tandanya kalian sehat-sehat. Setidaknya jangan lupa untuk mengucap syukur atas kesehatan yang masih diberikan untuk kalian. Ibu senang bisa bertemu kembali dengan kalian secara langsung. Biasanya kan cuma lihat dari layar laptop. Nah sekarang, ayo kita mulai belajar."

"Iya Buuuuu.", jawab kami kompak.

Mungkin karena hari pertama masuk kelas, kegiatan belajar yang biasanya bikin ngantuk dan bosan, berubah menjadi lebih menyenangkan dan lebih semangat. Setidaknya itu yang aku rasakan. Tapi, ternyata si Ucok malah sudah manggut-manggut tanda dia ngantuk setelah beberapa menit pelajaran dimulai.

Kubuat saja bola dari kertas dan kulempar tepat ke mukanya. Sontak dia pun tersadar dan merasa risih karena ulahku.

"Baru juga mulai, sudah tidur kau!", bisikku.

"Ah kau ganggu aku saja!", timpal Ucok yang juga berbisik.

Kelas dengan jumlah siswa sedikit membuat kami tidak bisa ngobrol di kelas. Biasanya aku bisa ngobrol sesekali dengan teman sebangkuku. Sekarang, kami jadi komat-kamit karena kalau bicara malah bikin guru menegur.

Sekolah hari pertama pun berakhir dan tentu saja tugas-tugas masih diberikan lebih banyak dari hari biasanya. Harapannya supaya kami tetap belajar mandiri di rumah.

"Oi. Nongkrong dulu yuk di warkop biasa.", ajak Ucok kepadaku dan teman-teman lainnya.
"Ga mau ah. Kita sebisa mungkin jangan nongkrong-nongkrong dulu. Ga tau kan nanti ternyata malah kena virus.", jawabku sok bijak.
"Ah kauu! Sok bijak kali. Kita kan udah lama ga ketemu. Nongkrong dulu lah sebentar. Aku juga kangen kali dengan kopi di warkop itu", jawab Ucok tak senang.
"Gue ikut, Cok. Bosan gue di rumah terus. Mumpung bisa keluar rumah, ayoklah nongkrong sebentar", jawab Heri.
"Nah, gitu dong! Heri aja satu pikiran denganku. Ayo siapa lagi yang mau ikut?", tanya Ucok.
"Gue ikut juga deh. Sekalian kita mabar ya.", jawab Tian, si gamer.
"Ya sudah, terserah kalian. Gue sudah ingatkan ya. Bu guru juga tadi sudah menasihati kita untuk langsung pulang ke rumah loh. Kalo gitu gue pulang duluan ya.", ujarku merasa kesal karena mereka malah pergi nongkrong.

***

"Aku pulang.", ujarku ketika masuk ke dalam rumah.
"Langsung bersih-bersih ya Nak", sahut mama yang sedang sibuk sama layar HP-nya. Hmm pasti lagi gosip di grup WA bu-ibuk komplek.
"Iya Ma."
Langsung saja kuletakkan tas sekolah dan mengambil handuk.

Waktu 'ku mandi sambil nyanyi-nyanyi
Lagu nggak karuan malah kayaknya kampungan
Lagi asyik nyanyi ada yang memanggil
Aku lempeng aja malah suara makin tinggi
Pintu digedor...

*tok-tok-tok*

Loh kok ada yang ketuk pintu beneran? Pas sekali sama lirik lagu yang sedang kunyanyikan.
"Ya?", tanyaku.
"Ada kecoa di ruang tamu. Buruan mandinya! Mama ga berani bunuhnya.", ujar mama dengan nada panik.
"Iya, Ma. Sebentar lagi selesai kok.", jawabku. Untung saja aku tidak diseret dari kamar mandi tanpa baju dan handuk.
Seusai kumandi, aku langsung ke ruang tamu. Tentu tak lupa kumengambil sapu dan *plak*, kupukul dengan sekuat tenaga kecoa yang terlihat. Badannya kini kejang-kejang tanda sudah di ujung nyawa.
"Sudah mati Ma."
"Cepat-cepat bersihkan dan buang keluar. Mama jijik lihatnya."
"Hahaha iya-iya."
Sekembalinya aku ke ruang tamu, mama pun sudah duduk santai kembali.
"Bagaimana hari pertamamu masuk sekolah?", tanya mama.
"Seneng Ma. Soalnya bisa ketemu sama teman-teman lagi."
"Bukan seneng karena bisa ketemu neng Ani?", tanya lagi mamaku dengan nada jahil.
"Itu salah satunya.", jawabku dengan pipi memerah.

***

Sore hari ketika sedang asik bermain games, muncul notifikasi dari grup kelasku. Wah ada pengumuman apa nih. Nanti dulu deh. Nanggung.

Usai bermain, kubuka WA grup. 

"Selamat sore Anak-Anak!", salam bu guru.
"Kalian ingat kan pesan ibu untuk langsung pulang dan tidak keluyuran dulu sehabis pulang sekolah?"
"Iya Buuu.", sahut salah satu teman kelas.
"Ibu mendapat kabar buruk. Tiga teman kalian tertangkap sedang nongkrong dan dibawa oleh petugas untuk diperiksa kesehatannya. Sayangnya ketiganya positif mengidap Corona setelah dilakukan rapid test. Mereka pun akhirnya dikarantina sementara oleh pemerintah. Oleh sebab itu ibu harap kalian benar-benar mentaati peraturan yang ada supaya kalian tetap aman dan sehat."
"Wah siapa itu Bu?", tanya Iman penasaran.
"Ibu cuma bisa berharap kalian sehat-sehat. Untuk besok, sekolah akan memberlakukan kelas online kembali. Jadi esok kegiatan belajar di sekolah ditiadakan. Kalian diwajibkan untuk melakukan karantina mandiri di rumah."
Apa?? Baru masuk satu hari masa sudah belajar lagi di rumah?? TIDAAAAAKK. Aku tahu, ini pasti si Ucok, Heri, dan Tian deh. Sedih sih mereka positif Corona. Tapi sebal juga karena mereka lupa diri, kami semua jadi harus kembali karantina mandiri di rumah.

2 comments:

  1. Pas awal awal baca saya kira tokoh utamanya cewek mba dan begitu ada kata-kata ani gebetannya saya langsung sadar kalo si aku ini cowok.

    Eh iya mba si aku ini ngga di kenalin ya namanya? Atau saya yg kurang teliti?. Sadis juga ya kecoanya langsung dipukul wkkw, tapi gapapa sih langsung mati daripada dia diterbalikin dulu malah matinya pelan pelan kasian.

    Eh btw kecoa bisa hidup berhari hari tanpa kepala loh mba, lah kok malah ngomongin kecoanya ya wkwkwkw.

    Intinya cerpennya bagus mba pesannya sampai, ya memang kita harus sebisa mungkin punya kesadaran masing-masing. Oh ya bikin lagi dong yang horor hehehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. HAHAHA hayooo stereotipe karena yang nulis cewe ya?? 😝😝😝

      Memang ga diketahui namanya si Aku. Masih misteri hingga kini.

      Justru harus segera dipukul sebelum kabur ke kolong sofa hehehe

      Oia?? Masih bisa hidup? Yang kutau, daya hidup si kecoa ini memang luar biasa. Sudah mati saja bisa-bisanya dia mengeluarkan telur-telurnya agar genarasi selanjutnya tetap banyak ugh. Makanya pernah ada cerita untuk bawa Kecoa ke Mars sebagai uji coba apakah bisa dia hidup di kondisi ekstrim seperti Mars

      Laah jadi nerusin ngomongin kecoa 😅😅😅

      Wah makasih kak Ilham. Bisa saja nih bikin orang terbang. Waah suka cerita horor ya? Kak Ilham musti berkunjung ke blognya mas Agus Warteg di sarilahmwb.blogspot.com

      banyak cerpen horor yang keren-keren ceritanya!!
      Eh malah promosiin blog orang haha

      Padahal mah dalam hati masih ga pede bikin cerpen horor hahaa

      Delete

Powered by Blogger.