Jalan-Jalan ke Jepang: Kehujanan

September 02, 2020

Pos kali ini aku mau ceritain kedua kalinya aku jalan-jalan ke Jepang. Trip ke Jepang kedua ini kulakukan bersama dengan suami. Ceritanya honeymoon gitu. 🙈🙈🙈

Awal cerita kenapa aku bisa melancong ke Jepang adalah karena si suami chat aku di akhir Maret 2019 terkait harga tiket ke Jepang pulang pergi dari Indonesia. Entah ada angin apaan, dia cek-cek aplikasi jualan tiket pesawat gitu dan nemu harga murah gitu untuk perjalanan ke Jepang. Setelah bergalau-galau ria, akhirnya diputuskan beli tiket PP ke Jepang saat itu karena harga yang sangat menggiurkan. FYI, untuk penerbangan pergi tanggal 18 November 2019 dan pulang di tanggal 30 November 2019, harga tiket pesawatnya adalah Rp 3,8jt. Lalu pesawat yang kami naikin adalah ANA Airlines baik untuk pergi maupun untuk pulang. Penerbangannya pun direct. Gila kan?! Makanya langsung deh kami cus beli tiket tersebut. Sebagai tambahan, fasilitas ANA itu sama kaya Garuda, dapat makan dua kali dan kursi yang nyaman. At least untuk penerbangan panjang itu, kaki ga sakit-sakit amat karena jarak lutut ke kursi depan yang sempit. Juga ga kelaparan karena dapat makan 2x.

Oke setelah dapat tiket murah tersebut, masih banyak tuh persiapan yang harus dilakukan sebelum akhirnya menginjakkan kaki di negeri sakura itu. Tapi aku ga mau ceritain itu di pos ini. Mungkin lain kali kalau aku niat >.< Di sini aku mau ceritain kejadian hari pertama saat sampai di Jepang.

Singkat cerita, tanggal 18 November 2019 lalu aku dan suami berangkat honeymoon ke Jepang. Flight kami jam 06.20 WIB. Pagi juga kan?! Jadi subuh-subuh sekitar jam tiga atau empat pagi, kami sudah cus tuh ke bandara Soekarno-Hatta. Daripada ketinggalan pesawat, mending berangkat pagian saja deh kan. Tau sendiri kondisi jalanan Jakarta. Ga bisa diprediksi guys!

Untunglah perjalanan kami ke bandara Soekarno-Hatta tidak terhambat macet. Kami tiba di bandara sekitar pukul setengah 5 pagi? Aku lupa tapi yang jelas aku dan suami ga terlambat lah. Hehehe. Terus jadwal berangkat on schedule dan kami landing pukul 13.40 WIB berarti 15.40 waktu Jepang. Sampainya pun ga terlambat. Masih sesuai jadwal.

Makan Siang di Pesawat

Oia, karena berangkat pagi, kami diberi sarapan berupa mix kacang gitu sebungkus dan roti. Menu sarapan gitu deh ceritanya. Aku suka sama kacang bungkusnya. Pengen minta lagi tapi malu 😆. Buat rotinya itu, roti tawar dengan di tengahnya berisi spagethi. Dingin guys makanannya. Jadi kurang enak. Hmm. Suami jadi ga makan itu karena ga suka. Aku sih makan aja karena mubazir kan kalo ga dimakan. 😅

Kemudian untuk makanan kedua adalah saat makan siang. Makanannya dapat dilihat pada gambar. Untunglah ada sosis kesukaanku. Sebenarnya ditawarin dua pilihan menu. Yang satu menu ala Jepang dan satunya menu ala Barat. Aku pilih yang ala Barat saja karena kalau yang Jepang nanti kan aku di Jepang akan tiap hari makan ala Jepang. Biar ga bosen gitu. Hehehe.

Buat makan siang ini lumayan lah. Meski sedikit hambar? Kurang micin. Ah dasar anak micin. Jadinya ga gurih-gurih enyoy gitu. Buat makan siangnya, lagi-lagi si suami ga habisin. Terutama yang ada mayonnaise-nya karena doi benci itu. Kalau makan mayonnaise, dia bisa muntah. 😅 Jadi side dish dari makanan kedua ini tidak dimakan sama sekali sama doi. Aku pun demikian. Tapi diicip-icip sedikit lah. FYI, side dish-nya dingin. Jadi bikin kurang napsu juga.

Nah ini jadwal yang kami rencanakan hari itu

Jadi setibanya kami di bandara Narita, kami langsung cus ambil bagasi dan langsung menuju ke bagian pembelian tiket kereta. Kami antri di depan ticket machine untuk beli Suica. Suica ini semacam e-money yang bisa dipakai untuk bayar tiket kereta dan bus, juga buat belanja di コンビニ (minimart) di Jepang.
Suica Card

Antrinya lumayan lah ada kali 10 orang yang antri beli di tiap mesinnya. Padahal ada 3 mesin yang beroperasi. Agak lama karena ada beberapa orang yang kurang paham menggunakan machine untuk beli Suica ini. Aku pun membantu tante yang ada di depanku supaya doi bisa lebih cepat beli tiketnya. Biar ga bottle neck! Lagi-lagi dasar anak TI, mikirnya efisien efektif melulu. 😳

Setelah dapat Suica, kami cus ke bagian JR Pass. Yup kami sudah beli JR Pass sejak di Indonesia dan tinggal kami tukarkan saja ke JR Pass yang bisa dipakai di Jepang. Jadi kalau beli di Indonesia itu kaya semacam tiket pesawat gitu, kita musti tukerin ke bagian JR Pass dengan JR Pass seperti di gambar. JR Pass yang kami beli itu untuk 7 hari saja.

JR Pass

Saat itu juga kami langsung pesan tiket shinkansen ke Osaka supaya dapat kursi di shinkansen. Kalau ga pesan tiket, duduknya nanti rebutan. Berhubung perjalanan dari Tokyo ke Osaka itu 3 jam, jadi kami pilih beli seated ticket supaya bisa nyaman saat di shinkansen. Oia, pesan tiket shinkansen sudah tidak perlu bayar lagi karena kan sudah pakai JR Pass. Dengan JR Pass ini, kita bisa naik kereta JR tanpa perlu beli tiket lagi. Tapi kenapa beli Suica? Nah Suica ini fungsinya untuk naik kereta/bus/subway yang bukan JR.

Petugas JR Pass itu English friendly alias bisa ngomong Bahasa Inggris dengan baik. Jadi ga perlu segan tanya apapun sama doi. Dia juga akan jelasin rute untuk menuju Osaka. Tentunya kami diberikan peta rute kereta JR sebagai pegangan kami untuk cari rute kereta.

Nah berhubung kami langsung pesan tiket shinkansen, waktu kami ga banyak, jadi kami harus tiba di stasiun tempat naik shinkansen-nya tepat waktu (aku lupa nama stasiunnya apa). Ya namanya juga Jepang. Sangat menjunjung tinggi ketepatan waktu. Jadi kami sebagai turis pun dituntut tepat waktu. Hahaha.

Sebagai gambaran, kereta di Jepang itu ada banyak. Rutenya pun naujubile banyaknya. Ga kaya di Indonesia. Kalau di Indonesia kan kereta api itu cuma dikelola oleh PT KAI. Kalau di Jepang ada banyak perusahaan yang mengelola kereta. Salah satunya ya si JR itu. JR Pass pun cuma bisa digunakan untuk kereta JR dan bus JR (yaiyalah). Untuk subway gitu ga bisa deh jadinya. Kadang ada yang lebih deket naik subway ketimbang kereta. Terutama kalau lagi di Osaka, enakan naik subway daripada kereta JR. Cuma biar hemat, tetep pake jalur JR. 😁

Baca juga: Main Seharian di Universal Studio Japan

Oke balik lagi, jadi kami langsung tuh buru-buru menuju stasiun tempat kami naik shinkansen. Kalau ga salah kami tuh cuma dikasih waktu satu jam lebih dikit supaya ga telat naik shinkansen ke Osaka. Makanya kami buru-buru dah. Terus ga boleh sampe nyasar. Untung suami udah tiga kali ke Jepang dan pergi sama aku ini yang keempat kalinya. Aku pun ini kedua kali ke Jepang, jadi sudah ga kaget buat baca peta kereta Jepang. Google Maps juga sangat membantu loh untuk menentukan rute jalan.

Ah sebagai penyelamat, suami sudah sewa pocket wifi dari Indonesia supaya kami bisa internetan selama di Jepang. Pocket wifi ini sudah kami terima sejak di Jakarta dan bisa langsung diaktifkan saat touchdown di Jepang. Ini penyelamat banget nih! Memang sih di Jepang banyak wifi gratis, tapi punya akses internet sendiri adalah pilihan kami supaya membantu kami melalang buana di Jepang. Jangan lupa fitur auto update applications di HP dimatikan dulu, supaya kuota internetnya ga habis terpakai untuk update aplikasi yang ga perlu. Roaming di HP juga diatur supaya mati. Biar ga kena biaya roaming juga.

Setelah kami sampai di stasiun tempat naik shinkansen, kami masih ada waktu untuk beli makanan dulu. Di peron situ, ada semacam warung gitu. Nah di situ aku beli beberapa onigiri dan minuman. Selama di perjalanan, kami ganjel dulu deh pake onigiri tersebut. Satu onigiri sekitar 100 yen lebih. Minumnya pun 100 yen juga. Kalau dirupiahkan, hmm, ga murah. Kalau di Indonesia kan air mineral cukup dengan Rp 3.000 dan paling mahal Rp 5.000. Di sana, boro-boro bisa dapat segitu. Paling murah juga 100 yen. 🙃

Perjalanan menuju Osaka dari Tokyo itu sekitar 3 jam. Jadilah kami sampai di Osaka sudah malam, sekitar pukul 8 malam saat itu. Rencana untuk makan malam di Dotonburi gagal total karena setibanya kami di Osaka, langit sedang menangis. Apalagi kami masih harus check in ke tempat penginapan. Oleh sebab itu, kami langsung putuskan saja menuju tempat penginapan yang sudah kami sewa jauh-jauh hari.

Saat berjalan kaki dari stasiun terdekat dari tempat penginapan, perutku sudah keroncongan. Aku menyesal ga makan dulu di stasiun supaya bisa lebih punya tenaga berjalan di tengah hujan. Apalagi kan aku harus gerek koper besar saat berjalan menuju penginapan. Huft. Untunglah kami melewati satu tempat makan yang masih buka. Sialnya tempat makan itu tidak menerima dine in, cuma bisa take away. Saat itu sudah ada tiga orang yang menunggu pesanannya jadi. Menunggunya pun ga duduk ceu. Berdiri!! Memang sih tempat makannya kecil. Jadi di dalam itu cuma muat empat orang lah yang berdiri. Empat orang saja pun sudah penuh sesak. Idealnya tiga orang sih di dalam. Berhubung kami bawa dua koper besar, suami menunggu di luar dan aku di dalam. Di sinilah ilmu Bahasa Jepang yang kupunya saat itu digunakan. Tapi lebih tepatnya cuma pakai bahasa tubuh sih. HAHAHA.

Aku memesan dua bento set yang harganya kedua paling murah. Murah pun sudah 1000 yen. Hmm. Kami menunggu lumayan lama di situ. Setelah pesanan jadi, kami lanjutkan kembali berjalan kaki. Sumpeh ini menyiksa banget. Gerek koper untuk cari tempat kami menginap di tengah hujan. Perut pun makin lapar guys karena cuma makan satu onigiri selama di shinkansen. Kebayang ga nyiksanya?? 😭 Satu lagi, berhubung kami berangkat di pertengahan November, saat itu Jepang masih musim gugur, jadi suhu saat itu sudah sekitar 17 derajat alias DINGIN. Ditambah hujan, hmm, nikmat dah. Apalagi kelaparan. Makin nikmat lagi rasanya.

Terus ya, jarak dari stasiun ke tempat kami menginap sekitar 800 meter kali ya, baru setengah perjalanan, hujan makin lebat. Kalau nerobos, pasti basah kuyub. Jadi kami berteduh dulu di depan satu toko yang sudah tutup. Lumayan ada kanopinya sedikit buat neduh. Sambil neduh, kami makan satu set bento yang tadi kami beli. Sekali lagi, uda kelaperan cuy terus dingiiiin. Aku mending makan pinggir jalan gitu dah daripada kelaparan terus masuk angin.

Kondisi saat itu sepi pejalan kaki, selain karena hujan, juga karena sudah malam. Sekitar jam sembilan malam. Beda dengan Jakarta yang jam sembilan malam masih ramai lalu lalang mobil dan motor, di Osaka sepi. Sedikit mobil yang lewat. Motor apalagi, kayanya aku ga menjumpai ada motor lewat. Pejalan kaki pun masih hitungan jari yang lewat. Suasana itulah yang menemani kami saat itu makan malam di pinggir jalan. Bento yang kami beli seadanya itu terasa sungguh nikmat. Entah karena memang enak atau karena aku kelaparan. 🤣🤣🤣

Setelah satu set bento habis, hujan masih ga begitu reda. Tapi mau sampai kapan kami neduh di situ. Waktu sudah setengah sepuluh malam. Akhirnya kami putuskan untuk lanjut saja jalan kaki sampai penginapan. Toh memang sudah tidak begitu jauh. Sampah bento kami, tetap kami bawa. Soalnya ga ada tempat sampah! Di Jepang memang terkenal sih sampah itu dipilah-pilah dulu baru dibuang. Mungkin karena banyak bener kategori pemilahan sampahnya, jadi tempat sampahnya pun minim. Hehehe.

Setibanya kami di tempat penginapan, kami sudah tidak perlu lagi bertemu dengan pemilik penginapan. Kuncinya itu sudah ada di dalam gembok dengan kode kombinasi empat angka. Kebayang ga? Jadi gemboknya itu besar. Panjangnya sekitar setelapak tanganku lebih dikit. Nah kalau kode dalam gembok itu sesuai, bisa buka kotak badan gembok yang berisi kunci apartemen. Begitulah cara kami masuk ke tempat penginapan kami.

Tempat penginapan kami selama di Osaka cukup nyaman. Cuma sialnya, air panas pada malam hari itu ga jalan dong?! What the hell?! Aku dan suami sudah agak basah kuyub. Ingin kan rasanya keramas dan shower-an dengan air hangat??? Eh ini adanya air sedingin air es. Aku cuma sanggup cuci muka. Itu saja sudah membuat aku menggigil. >.< Suami bahkan ga sanggup cuci muka, doi cuma sikat gigi dan tuker baju tidur.

Langsung saja aku chat via Airb*b kepada pemilik apartemen. Aku komplain karena air panasnya ga jalan. Ternyata air panasnya itu per batch gitu. Jadi ada tabung besar yang menampung air dan itu akan dipanaskan. Jadi kalau sudah kelewat dari jamnya, air panasnya ga ada. Kalaupun ada juga harus nunggu lama dulu karena musti dipanasin lagi. Sueek. 🙄

Begitulah hari pertama kami jalan-jalan ke Jepang. Penuh perjuangan gitu untuk sampai ke tempat penginapan dan beristirahat >.< Menyesal sih ga bawa payung lipat karena pede kalau ga akan hujan. Huft.

12 comments:

  1. baca ni kan, i miss japan so much :(
    sbb covid kena cancel the trip,,, huhuhu

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaaaa Covid bikin ga bisa pegi jalan-jalan ya Atie!! 😭😭😭

      Delete
  2. Waaaah, keren banget ceritanya, mbak. Cukup detail. Aku jadi bisa merasakan gimana mbaknya di Jepang.

    Dengan membaca tulisan ini, aku rasa kalo suatu saat nanti aku ke Jepang, ga terlalu kaget. Udah ada bayangan.. Ehehehee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih pujiannya... ^^ Jadi terbang tinggi nih 😝

      Senang bisa membantu mas Dodo buat jalan-jalan ke Jepang nanti hehehe

      Delete
  3. Wahh, jadi malam itu akhirnya kalian mandi air dingin atau malah nggak mandi? 🙈 aselik, nggak kebayang itu perut keroncongannya kayak apa yaa. Udah laper, hujan, dingin, ngantri, astagaa *mendadak ikut laper*

    Jadi ingat waktu kami ke Jepang (untuk honeymoon juga 😝), kami geret-geret koper dari bandara, stasiun sampai ke hotel. Lumayan juga sihhh masing-masing bawa satu koper naik turun tangga huahaha tapi serunya jadi punya pengalaman memorable :D

    Terus soal makanan, menurutku hampir semua jajanan di minimarket atau warung makan di sana enak-enak ya. Aku pernah beli bento di stasiun untuk dimakan di dalam shinkansen menuju Kyoto, rasanya enak banget. Pokoknya tiap kali liat deretan jajanan di sana rasanya ingin dibeli semua 😂

    Ada episode berikutnya nggak? Mau baca lagiii 😆

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sudah pasti ga mandi ci Jane!! 😎
      Niat awalku sih tetep mandi, soalnya dulu pas tinggal di Bandung kan sudah biasa juga mandi air es kaya gitu..Eh tapi ini air esnya lebih-lebih dari air Bandung di malam hari!!! Jadi pas aku cuci muka, aku sudah ga kuat untuk dilanjutkan ke mandi..jadilah cuma lap-lap sedikit trus buru-buru handukan karena menggigil!! Tak lupa AC di sana pun di set bersuhu 28 drajat! HAHAHA Jadi pas keluar kamar mandi, langsung merasakan kehangatkan...

      Aduh ciii itu rasanya siksaaan banget!! Apalagi aku tuh ga bisa kelaparaaan...Kalo kelaparaan bawaannya pengen murka! HAHAHA Makanya pas geret-geret koper di tengah hujan itu, aku sering banget nanya ke suami, "masih berapa jauh lagii??" Hahaha

      Iya kan ciii?? Rasanya seru aja geret-geret koper gede, naik turun tangga (eh tapi untungnya ruteku ga begitu banyak tangga, jadi kalaupun ada tangga, bisa pakai eskalator/lift), jalan berkilo-kilo meterr...Ah pengen jalan-jalan lagi >.<

      Iyaa ciii benerr hampir semua rasanya enak2!!! Tapi beberapa onigirinya ada yang biasa saja sih rasanyaa. >.<

      Ada ciiii! Aku sengaja bikin ini supaya bisa mengenang di masa mendatang hehe Ini kan baru hari pertama, masih ada beberapa hari lagi selama di Jepang. Ditunggu yak! >.<

      Delete
  4. Wah... pas banget bisa berangkat sebelum pandemi ya mba...

    Terus, itu kok ya bisa-bisanya nggak ada air panas 24/7 tapi malah dijadiin penginapan airbnb? -_-"
    Kalau penggunanya orang Jepang asli kayaknya udah langsung dapat bintang 1 tu mba... :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaaa pas betuull masih bisa merasakan jalan-jalan ke Jepang! >.<

      Nah iya itu kak!! Aku baca review memang ada beberapa yang komplen soal air panas yang ga ada terus-terusan... Cuma itu penginapan yang cocok baik harga, akomodasi, dan lumayan lah buat lokasinyaa. Jadi kami tetap pilih menginap di sana...

      Wah kejam banget dikasih bintang 1 cuma karena air panas ga 24/7?? Segitu ga sukanya ya dengan ga ada air panas? Eh tapi setauku orang Jepang tuh mandinya pun cuma sehari satu kali deh... Jadi mustinya ga yang sampai sebegitu sebalnya ga ada air panas? Eh apa aku salah?

      Delete
  5. Cukup lumayan juga jalan jalan ke Jepang nya mbak, soalnya udah kelaparan, kehujanan pula plus geret koper besar. Makan bento yang paling murah juga 1000 Yen atau sekitar 100 ribu kali ya.

    Jepang memang top dalam hal transportasi ya, kereta api Jepang juga dikelola oleh beberapa perusahaan, tidak seperti disini yang dimonopoli oleh KAI. Kalo banyak perusahaan kan jadinya harga bersaing ya mbak dan pelayanan juga oke agar penumpang tertarik.

    Masa sih jam 9 Osaka sudah sepi mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mas Agus >.< Hari pertama yang sungguh perjuangannn! Saat itu kurs sedang Rp 130/yen berarti 1000 yen itu 130rb mas Agus. 😣

      Sebetulnya untuk harga sebetulnya PT KAI itu sudah super murah loh mas Agus. Aku pernah naik kereta sampai ke Madiun itu seharga Rp 500rb sekali jalan. Di Jepang, dari Tokyo ke Osaka naik Shinkansen itu bisa Rp 1jt lebih. Padahal untuk jarak, sepertinya masih jauhan jarak antara Jakarta ke Madiun ketimbang Tokyo ke Osaka...

      Eh tapi memang sih kalau naik shinkansen itu cuma butuh 3 jam saja sampai di Osaka. Kalau naik PT KAI ke Madiun, butuh 12 jam >.<

      Lalu untuk kereta lokalnya sendiri, harga tiket kereta lokal dari Jakarta ke Cikampek itu cuma Rp 6000, sedangkan di Jepang itu harga tiket minimum 100 yen deh. Tapi tentu fasilitasnya lebih bagusan kereta api Jepang.

      Iya mas Agus! Sudah sepii jalanannya. Mungkin karena rute yang kulewati itu memang bukan tempat ramaai. Soalnya lewatin sekolahan, lewatin rumah-rumah penduduk gitu. Kalau di Dotonburi sih jam 9 masih ramai hehehe

      Delete
  6. selalu tertarik dengan jepang karena budayanya yang cocok dengna karkater sendiri, ntah kapan punya kesempatan kesini :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. suatu saat bisaaa kak! Tentu habis covid ini bisa tertangani ya :)

      Delete

Powered by Blogger.