Berobat ke Dokter THT di Penang

Jujur ini pertama kalinya aku berobat di rumah sakit luar negeri. Gile emangnya rumah sakit Indonesia ga bagus apa? Bukan maksud hati untuk merendahkan kualitas rumah sakit dalam negeri. Kemarin ini saat aku pergi ke Penang untuk melakukan photo shoot, aku juga disuruh sekalian berobat ke salah satu rumah sakit yang ada di Penang, Malaysia karena orang tua Kibo juga memang sedang melakukan medical check up di sana. Rumah sakit apakah itu? Namanya RS Lam Wah Ee. RS Lam Wah Ee ini beralamat di Jalan Tan Sri Teh Ewe Lim No. 141, Jelutong, 11600 George Town, Pulau Pinang, Malaysia. Katanya RS Lam Wah Ee ini adalah rumah sakit swasta yang tidak berfokus pada profit, melainkan ke arah sosial. Makanya RS ini punya donatur supaya bisa mensubsidi biaya berobat dari pasien-pasien di sana.

Oke jadi aku cerita pengalamanku saat berobat ya. Pertama kali masuk dari pintu utama, langsung ketemu sama ruang administrasi. Di sini aku ambil nomor antrian supaya bisa daftar berobat ke dokter yang dituju. Menunggu beberapa menit, mmm agak lama sih buatku, maklum aku laper karena belum makan siang, jadi nunggu itu bikin aku tambah lapar dan mau cuma semenit juga aku bilang itu lama. Hahaha.

Oke balik lagi, setelah aku dipanggil, aku ditanya mau ke dokter apa. Karena ini rumah sakit Malaysia, petugas adminnya bisa cakap Bahasa Melayu lah. Jadi aku ngomong bahasa Indonesia pun dia ngerti kok. Tapi saat itu aku pakai Bahasa Inggris dan minta supaya diarahkan ke dokter THT alias Ear, Nose, and Throat dalam Bahasa Inggris. Lalu dia menanyakan apakah aku pasien baru atau bukan. Kubilang saja baru dan ia pun langsung meminta pasporku karena di luar negeri, KTP ga berlaku ya sis and bro. Jadi bawalah paspor sebagai ID selama bepergian di luar negeri.

Setelah dia ketik ini itu menginputkan data-dataku, jadilah kartu appointment dengan Dr. Neil Solomons. Oke, keterbatasan bahasa membuat aku ga ngerti saat petugas sebut nama dokternya. Astaga dia kaya ngomong Salemen gitu lohhh dan aku minta dia ulang sampai tiga kali baru aku ngeh kalo nama dokternya Solomons. Wkwkw 😅 Dia pun menunjukkan arah menuju ruang Dr. Neil Solomons ini dan menyebutkan baru bisa berobat jam 2 siang. Oh man, nunggu lagi...Memang sih uda tinggal bentar lagi jam 2. Tapi disuruh nunggu saat lapar itu rasanya...ugh! Apalagi AC di RS dingin banget. Untung aku mengenakan jaket, tapi sayang, aku pakai celana pendek. Kedinginan dah jadinya.

Saat waktu menunjukkan pukul 2 siang, dokternya masih belum ada cuy. Sial!!! Makin lama deh menunggu. Terus mana aku bukan pasien yang dipanggil nomor satu. Untungnya sih dipanggil sebagai pasien ketiga. Kalau tidak aku bisa tewas kelaparan kali. #lebay.

Oke setelah dipanggil oleh perawat, sang dokter ternyata orang kulit putih atau yang biasa disebut bule (bukan bermaksud rasis ya). Dokternya ramah dan dia menanyakan aku dari mana. Tentu sebelumnya dia tanya aku bisa ngomong Bahasa Inggris atau tidak karena dua pasien sebelumnya tidak bisa sama sekali. Jadi dia senang kita aku bisa Bahasa Inggris. Kubilang begini karena raut wajahnya sumringah ketika kubilang "Yes, I can speak English." dan langsung dibarengi dengan kalimat "Oh Thanks God you can speak English." Seperti suatu hal yang ajib gitu. Hahaha. Dia sepertinya sering kedapatan pasien  orang Indonesia yang tidak bisa Bahasa Inggris. Terus kebanyakan model-model orangnya tuh kaya aku. Orang Indonesia keturunan Tionghoa. Makanya ketika kubilang aku dari Indonesia, dia langsung memastikan apakah aku dari Medan. Hmm sepertinya banyak nih orang Medan berobat ke RS Lam Wah Ee.

Oke selesai ice breaking-nya, langsung si dokter nanya apa yang kukeluhkan. Jadi aku ini punya penyakit hidung berair alias ingusan ketika pagi hari atau tengah malam kalau aku begadang. Langsung saja si dokter menanyakan warna dari ingusku. Kok kesannya menjijikan ya pembicaraan kami. Ah tapi namanya juga konsultasi soal hidung. Ya begitu dah. Kujawab ingusku warna putih. FYI, ini semua dalam Bahasa Inggris ya percakapannya. Wkwkw. Jadi pembicaraannya lebih elegan gitu, kalo diceritakan versi gaul Bahasa Indonesia kesannya jadi menjijikan begini. Aku cerita saja kalau sebelumnya saat aku masih kecil, aku pernah berobat juga ke dokter di Indonesia. Dokter tersebut cuma bilang kalau aku ini alergi dingin atau AC. Makanya pagi-pagi aku ingusan jadi kaya pilek setiap hari. Langsung Dr. Neil ini nanya apakah aku kerja di tempat yang terpapar AC. Kujawab ya. Terus dia nanya kembali apakah hidungku berair selama kerja. Kujawab tidak karena cuma saat pagi hari saja hidungku berair dan kadang bersin-bersin. Dengan mantap Dr. Neil bilang aku tidak alergi AC ataupun dingin. Karena kalau aku alergi, selama aku kerja di ruangan AC, hidungku akan terus berair. Oh baiklah, betul juga omongan dokter ini. Aku selama ini ngiranya alergi AC di pagi hari saja. Hahaha.

Setelah itu Dr. Neil menyuruhku duduk di kursi periksa. Hidungku dicolok oleh alat gitu supaya Dr. Neil bisa lihat isi hidungku. FYI, saat dicolok itu rasanya sakit. Ga nyaman deh. Ya namanya juga benda asing masuk hidung. Haha. Untung saja ga lama, jadi sakitnya pun cuma sebentar. Setelah itu Dr. Neil menanyakan kembali apakah aku pernah pakai obat spray di hidung. Aku sih selama ini ga pernah pakai obat seperti itu. Oleh sebabnya ia pun meresepkanku obat spray yang harus kupakai rutin pagi dan malam selama satu bulan. SATU BULAN??? Dalam hati aku sedikit kaget. Kuiyakan sajalah. Dia bilang aku harus semprotkan obat itu selama satu bulan. Setelahnya sepuluh hari stop ga pakai sama sekali. Nah kalau dalam masa 10 hari tersebut gejala ingusanku kembali terjadi, aku harus semprotkan kembali obat itu dan menghubungi Dr. Neil via email.

Oke setelah itu, suster mengantarkanku ke tempat apotik. Aku disuruh menunggu sesuai nomor antrian dan membayar uang berobat di loket saat dipanggil. Untuk berobat di RS Lam Wah Ee, biaya administrasinya hanya RM 10. Kalau dikali dengan kurs Rp 3.500, berarti cuma Rp 35.000. Wow, cukup murah ya kalau dibandingkan biaya admin RS Jakarta. Tapi biaya nasal scope alias hidungku dicolok untuk diperiksa itu cukup mahal guys, yaitu RM 190 = Rp 665.000. Namun ada subsidi gitu deh, jadi diskon RM 130, sehingga biayanya hanya RM 60 = Rp 210.000. Selain itu, untuk biaya konsultasi dengan dokternya sepertinya standar biaya konsultasi dengan dokter di Jakarta deh, yaitu RM 80 = Rp 280.000. Nah yang mahal ini obatnya. Huhuhu. Nama obatnya adalah Dymista Nasal Spray 120 ml, seharga RM 114.75 = Rp 401.625. Maaak, bangkrut mendadak...


Oh ya, untuk biaya sarung tangan yang dipakai oleh dokter juga pasien yang tanggung loh. Biasa uda include biaya konsultasi ya. Ini dipisahkan lagi, yaitu sebesar RM 1.50. Total-total dompetku langsung tepos karena berobat di RS Lam Wah Ee ini. Tapi ga tau deh, apa aku yang lebay atau harga segitu adalah wajar.

Setelah selama sebulan aku pakai Dymista, memang sudah tidak mampet atau ingusan dan bersin-bersin di pagi hari sih. Aku bisa merasakan indahnya menarik napas menggunakan kedua lobang hidungku. Puji Tuhan ya. FYI, aku sudah memasuki fase hari ke-9. Besok adalah hari terakhir dari fase 10 hari tanpa Dymista. Jadi seharusnya kalau besok hidungku normal-normal saja, mustinya aku sudah bisa dikatakan sembuh dong?

Ah kucoba iseng email ke dokternya deh....Nanti ku update kalau dijawab oleh Dr. Neil yoowss..

2 comments:

  1. halo, thanks for writing this! gimana update keadaannya? masih oke gak hidungnya? kebetulan aku mau ke penang juga cari dokter THT untuk masalah sinus ku...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo juga!! Wah ga nyangka ada juga yang baca posku tentang ini >.< Makasih juga sudah mampir ya sis!
      Updatenya...ga lama setelah fase 10 hari itu berakhir, aku terserang flu. Aku sempat menanyakan via email ke Dr. Neil kalau fase 10 hari itu selesai dan hidungku masih menunjukkan gejala yang sama lalu bagaimana?? Kuceritakan juga kalau aku sepertinya terserang flu..

      Meski agak lama dijawab, tapi jawaban Dr. Neil tetap masih sesuai dengan situasiku saat itu. Jadi menurut beliau, aku berhenti dulu menggunakan Dymistanya saat sedang flu dan kalau aku masih mengalami gejala hidung sensitif, aku semprotkan kembali Dymistanya...

      Kulakukan sesuai anjuran Dr. Neil.

      Kalau lagi gatel dan mulai bersin-bersin, aku semprotin aja Dymista ke hidungku. Ga lama langsung sembuh tuh. Terus kayanya setelah fase 10 hari itu, aku cuma pakai Dymista sekali doang deh karena bersin-bersinku parah saat itu.
      Kalau sekarang sih saat bangun pagi hidungku udah ga kaya dulu. Uda ga meler-meler dan bersin-bersin lagi. Tapi masih lah ada sedikit tapi tinggal dibuang sekali terus udah deh....Sebenarnya bisa aja sih aku pakai Dymistanya supaya hilang ingus tiap pagiku ini. Tapi berhubung Dymistanya ketinggalan di rumah (aku kos di Jakarta btw), jadi mau ga mau ga bisa pakai hahaha..

      Oia, setelah berobat, nanti cerita juga ya! I would love to hear your story too ^^

      Delete