Sumber: Dokumen Pribadi |
Lalu bagaimana dengan pulau-pulau di luar Pulau Jawa? Pemerintah saat ini sudah memperhatikan daerah-daerah di luar Pulau Jawa untuk meningkatkan pemerataan pembangunan di setiap wilayah. Tak luput juga dengan wilayah perbatasan yang harus bisa dijaga dengan baik oleh pemerintah. Wilayah perbatasan ini merupakan wilayah terdepan, terluar, tapi juga wilayah yang tertinggal (daerah 3 T). Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, menyebutkan bahwa Indonesia mempunyai batas wilayah dengan panjang 99.000 kilometer dan merupakan batas wilayah terpanjang kedua setelah Kanada (Ristianto, 2019). Namun sangat disayangkan bahwa wilayah perbatasan Indonesia ini masih rapuh karena tidak terjaga dengan baik. Kerapuhan wilayah perbatasan Indonesia ini terjadi karena kurangnya transportasi, tidak ada jaringan listrik, sulitnya telekomunikasi, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2019, pemerintah pun berupaya membangun 11 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) pada tahun 2019 ini. PLBN tersebut diharapkan berfungsi sebagai pertahanan keamanan dan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi bagi wilayah perbatasan tersebut.
Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Danis H. Sumadilaga, dalam keterangan tertulis menjelaskan bahwa empat PLBN yang akan dibangun adalah PLBN Jagoi Babang di Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat; PLBN Sota di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua; PLBN Sei Pacang Sebatik di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimatan Utara; dan PLBN Long Midang, yang juga berada di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Hutapea, 2019). Untuk tujuh PLBN lainnya akan dibangun pada tahap selanjutnya, yaitu PLBN Serasan di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau; PLBN Oepoli di Kabupaten Kupang dan PLBN Napan di Kabupaten Timur Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur; PLBN Yetetkun Distrik Waropko di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua; PLBN Long Nawang di Kabupaten Malinau, PLBN Jasa-Sei Kelik di Kabupaten Sintang, dan PLBN Labang di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimatan Timur.
Sumber: Bisnis.com |
Selain pembangunan PLBN tersebut, saya juga setuju dengan upaya pemerintah dalam menggaet para pelaku usaha untuk melakukan investasi pada daerah 3 T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) tersebut. Upaya tersebut dilakukan karena pemerintah tentu membutuhkan dukungan dari pihak swasta dalam pengembangan hulu hingga hilir, termasuk juga pembagunan infrastruktur di daerah 3 T. Untuk bisa mendapatkan investor bagi daerah 3 T tersebut, pemerintah menggelar kegiatan berupa Forum Bisnis dan Investasi Daerah Perbatasan (Kurniawan, 2016). Dalam forum tersebut, disajikan potensi-potensi bisnis yang terdapat pada 23 kabupaten wilayah perbatasan Indonesia untuk bisa dilirik oleh sejumlah investor swasta, BUMN/BUMD, dan investor dari luar negeri yang hadir mengikuti forum tersebut.
Program pemerintah tersebut tidak berakhir sia-sia. Adapun KORINDO merupakan salah satu perusahaan swasta di Indonesia yang turut dalam melakukan investasi kondusif di daerah perbatasan, yaitu di Boven Digoel dan Merauke, Provinsi Papua (KORINDO, Bangun Perbatasan Jadi Terasnya Indonesia, 2019) . KORINDO Grup merupakan perusahaan yang bergerak dalam bisnis perkebunan, produk kertas dan kehutanan, konstruksi dan insdustri berat, logistik, layanan finansial, dan Real Estat (KORINDO, Tanpa Tahun). Fokus utama dari KORINDO sendiri adalah pengembangan hardwood yang kemudian beralih ke plywood/veneer pada tahun 1979, kertas koran di tahun 1984, perkebunan kayu di tahun 1993, dan terakhir perkebunan kelapa sawit di tahun 1995. Bisa dibilang KORINDO memfokuskan bisnisnya pada bidang kehutanan. Oleh sebab itu, dipilihnya kawasan Papua oleh KORINDO karena kawasan Papua merupakan daerah primadona dalam pengembangan industri kehutanan. Disebut primadona karena Papua memiliki bentang alam yang luas, subur, dan kebanyakan masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Minimnya infrastruktur yang ada di daerah tersebut tidak membuat KORINDO gagal dalam membangun usaha dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pemerintah daerah dan masyarakat sekitar.
Bukan hanya ikut melakukan investasi kondusif, KORINDO juga turut andil dalam membangun perbatasan menjadi terasnya Indonesia. KORINDO telah mengembangkan konsep industri yang ramah lingkungan melalui pembangunan bidang kehutanan dan perkebunan kelapa sawit. Saya sangat berharap agar para pelaku industri pun mulai menggerakkan pengembangan industri yang ramah lingkungan tersebut. Tentu hal ini tidaklah mudah. Apalagi untuk pengembangan industri di daerah 3 T yang minim infrastruktur, sulitnya transportasi, dan lain sebagainya. Namun kita harus tetap berusaha untuk bisa mengembangkan industri ramah lingkungan tersebut dan memang sudah dibuktikan oleh keberhasilan KORINDO dalam pembangunan industri di kawasan Papua. Sehingga hal ini bukanlah tidak mungkin untuk terlaksana.
Selain mengembangkan konsep industri ramah lingkungan, hal positif lain yang bisa diberikan bagi daerah 3 T tersebut adalah dengan terserapnya tenaga kerja. Sebagai contoh, KORINDO telah merektrut 10.000 tenaga kerja di kawasan Papua. Dengan berdirinya industri pada daerah 3 T tersebut, tentu masyarakat daerah tersebut bisa memiliki lapangan pekerjaan yang berimbas dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada daerah tersebut. Selain itu, dampak positif pengembangan industri di daerah 3 T adalah dengan dibangunnya infrastruktur pada daerah tersebut. Dalam hal ini, contoh konkret yang ada adalah KORINDO telah membangun infrastruktur dan juga mendirikan fasilitas pendidikan dan medis bagi masyarakat Papua.
Dari contoh yang sudah saya sebutkan tersebut, tentu bukanlah hal yang tidak mungkin untuk menciptakan perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik, khususnya untuk daerah 3 T. Perubahan ke arah yang lebih baik pasti sudah dirasakan oleh masyarakat sekitar saat ini. Oleh sebab itu, saya berharap agar program pemerintah tersebut bisa disambut baik oleh para pelaku usaha lain agar pembangunan daerah 3 T dapat terlaksana, sehingga bukan hanya Pulau Jawa saja yang bisa maju, tetapi daerah-daerah lain pun bisa sama majunya seperti Pulau Jawa.
Referensi:
Hutapea, E. (2019, Maret 31). Bangun 11 PLBN,
Pemerintah Kucurkan Rp 1,7 Triliun. Diakses dari Kompas.com:
https://properti.kompas.com/read/2019/03/31/083429121/bangun-11-plbn-pemerintah-kucurkan-rp-17-triliun
KORINDO. (2019, April 1). Bangun Perbatasan Jadi
Terasnya Indonesia. Diakses dari KORINDO News:
https://korindonews.com/border-building-to-becomes-a-terrace-of-indonesia/?lang=id
KORINDO. (2019, April 1). Perubahan untuk
Indonesia yang Lebih Baik. Diakses dari KORINDO News: https://korindonews.com/change-for-indonesia/?lang=id
KORINDO. (n.d.). Group Profile. Diakses dari
KORINDO: https://www.korindo.co.id/group-profile/
Kurniawan, A. (2016, November 28). Kemendesa Ajak
Pelaku Usaha Investasi di Perbatasan. Diakses dari wartakotalive.com:
http://wartakota.tribunnews.com/2016/11/28/kemendesa-ajak-pelaku-usaha-investasi-di-perbatasan
Ristianto, C. (2019, Januari 28). Wiranto: Wilayah
Perbatasan Indonesia Masih Rapuh. Diakses dari Kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/28/12012871/wiranto-wilayah-perbatasan-indonesia-masih-rapuh
g pernah liat igs orang yg ke Natuna, pulau terluar Indonesia di sebelah utara, yg bahkan berbatasan langsung sama malay, sing, thai. Mata uang sana pun pake dollar sing sama mata uang asli bukan rupiah. Trus, dulu katanya diklaim malay sbg bag dr negara mereka, krn menurut dokumen2 pulau itu masih tertulis sbg bagian dr Kerajaan Johor. Mungkin emang udah saatnya sih pemerintah lebih concern ke daerah2 di perbatasan, biar gk ada kejadian macam timor leste lagi.
ReplyDeleteiya suka main diklaim sama negara tetangga ya gara-gara masih rapuh pertahanan di daerah perbatasan. Huhuhu
Delete