Ganasnya Kanker Pankreas - Sumber: freepik.com |
Ya Tuhan....ujian ini sungguh berat. Tapi aku masih berharap kalau papa tidak mengidap kanker karena diagnosis dokter saat itu masih suspect. Jadi belum tentu kan kalau papa beneran mengidap kanker....
Saat itu hari Sabtu, 28 Maret 2020 pagi. Papa berobat ke RS Gading Pluit, rekomendasi dari sepupuku karena di RS tersebut ada dokter DG yang masih keluarga dengan sepupuku. Dokter DG melakukan pemeriksaan MRI pada bagian perut karena papa mengeluhkan mual, perutnya kembung (membesar), dan susah tidur. Hasil pemeriksaan keluar pada pukul 16.00. Sejujurnya aku ingin menemani papa berobat ke RS. Tapi diinfokan kalau pasien hanya boleh ditemani oleh satu orang karena wabah COVID-19. Dan entah apa yang merasukiku, aku pun malah tetap di rumah aja sesuai slogan yang dikumandangkan di mana-mana karena wabah COVID-19 ini. Dalam hatiku cemas. Berharap hasil pemeriksaan baik-baik saja. Jam 16.00 aku menanyakan kabar hasil pemeriksaan papa. Papa lama merespon. Tapi akhirnya diangkat juga telponku dan mengabarkan bahwa papa kena kanker pankreas.
Kalau kalian jadi aku, apa yang akan kalian lakukan????
Langsung saja aku meminta papa untuk tinggal di rumah Jakarta. Tapi papa menolak. Aku mau menjemput papa di RS tapi papa kekeuh menolak dan bilang sudah di jalan menuju pulang. Semalaman aku browsing tentang kanker pankreas. Tapi hasil yang kudapatkan begitu mengerikan. Para pengidap kanker pankreas itu harapan hidupnya kecil. Maksimal 5 tahun dari sejak divonis. Itu pun chance-nya cuma 1%. SATU PERSEN saudara-saudara. Chance kedua adalah harapan hidup 1 tahun saja dan chance-nya cuma 5%. Sama saja buruknya. Tapi aku masih berharap mukjijat Tuhan itu ada.
Kok bisa ya papa suspect kanker pankreas? Padahal papa tuh sehat-sehat aja. Jarang sakit apalagi masuk RS. Kalaupun sakit pun ya batuk pilek atau pegal-pegal. Ga sampai penyakit berat begini. Lalu sekalinya kena sakit, kok ya kanker pankreas?! Kanker pankreas yang begitu ganas!
Hari Minggu paginya aku langsung cus ke Karawang dengan meminta suami menemani dan mengantarkan. Puji Tuhan ya punya suami baik, dia mau anterin ke Karawang bersama adikku tercinta juga. Di rumah aku kaget melihat tubuh papa yang kurus dengan perut yang buncit. Padahal terakhir kali bertemu saat menemaninya berobat di RS Husada, kondisinya ga begini. Memang sih saat itu papa sudah kurusan tapi perutnya ga besar seperti itu. Papa mengeluhkan sakit pada bagian punggungnya, lebih tepatnya di kedua belikatnya, sehingga papa ga bisa tidur semalaman. Daripada papa menderita ga bisa tidur, aku bilang saja supaya papa ke RS untuk dirawat di RS. Lagipula, sepupuku juga menyarankanku untuk bawa papa segera ke RS daripada nanti makin memburuk. Papa pun akhirnya mau dan siang itu juga kami berempat cus ke RS Gading Pluit. Mama kuminta untuk tetap tinggal di rumah karena takut malah kena virus Corona. Tau sendiri kan kalau RS itu paling rawan dengan virus Corona. Jadi daripada menambah cobaan, kuminta mama tetap di rumah.
Sesampainya di RS Gading Pluit, kami disuruh masuk ke IGD terlebih dahulu untuk dilakukan pemeriksaan. Papa harus di-scan thorax untuk memastikan tidak suspect Corona. Diambil juga darahnya dan dicek EKG. Buat pemeriksaan sebelum masuk kamar rawat inap saja biayanya ratusan ribu guys. Apalagi deposit untuk masuk ke kamar rawat inap. Kami harus membayar uang deposit puluhan juta sebelum bisa dapat kamar. Memang ya, rumah sakit itu sangat memakan biaya...Tapi kami mau ga mau harus mau karena kondisi papa tidak baik begini.
Kami menunggu cukup lama untuk bisa masuk ke kamar. Dari siang hari hingga jam 5 sorean kami baru bisa masuk ke kamar. Huft. Aku memaklumi karena hasil tes kan ga bisa secepat itu keluar hasilnya. Di dalam IGD pun papa sudah mengeluhkan lamanya digantung di ruang IGD. Tapi aku cuma bisa bilang supaya papa bersabar karena masih harus menunggu hasil tes. Malam itu aku menginap di RS menemani papa. Aku memang sudah membawa baju untuk menginap yang sebenarnya kupersiapkan untuk menginap di Karawang semalam. Siapa sangka malah jadi menginap di RS. Oia, karena kondisi sedang Covid-19 begini, peraturan RS hanya memperbolehkan penjaga satu orang saja dan pasien tidak boleh dibesuk.
Hari Senin giliran adikku yang jaga. Sebelum pulang, aku sempat ketemu dokter onkologi papa dan diberitahu bahwa papa mengidap kanker pankreas dan sudah menyebar. Aku cuma bisa terdiam. Blank - ga tau harus gimana. Aku sempat tanya bagaimana tindakan penyembuhannya. Dokter cuma jawab kemoterapi dan bilang kalau itu bukan menyembuhkan tapi mengobati. Mungkin semacam penegasan kalau kemungkinan sembuh itu ga ada. Terus aku ga mendapat penjelasan lebih lanjut mungkin karena aku pun ga nanya apapun saking shock-nya. Aku pulang dari RS sekitar jam 10an. Selama perjalanan pulang aku cuma bisa menangis. Dari sejak kemarin aku selalu menahan tangis di hadapan papa. Papa ga boleh liat aku nangis. Takut papa makin sedih dan malah membuat kondisinya semakin drop. Aku cuma bisa semangatin papa supaya papa kuat dan bisa hadapin sakitnya. Hari Senin ini papa diberikan tindakan berupa punksi ascites, yaitu tindakan mengeluarkan cairan ascites dalam perut papa yang membuat perut papa besar. Info dari dokter sih setelah dilakukan punksi, akan dipasang pigtail gitu untuk mengeluarkan cairan secara rutin. Karena kalau cuma punksi saja, tidak bisa dilakukan setiap hari dan hanya boleh diambil 2lt cairan saja.
Hari Selasa aku, adikku, dan suami diberikan penjelasan soal sakitnya papa lebih detil oleh dokter DG yang masih keluarga kami. Soalnya kami tuh bingung dan kalau dijelaskan seorang diri tuh rasanya blank. Jadi kami bertiga minta untuk ketemu dokter dan dijelaskan dengan rinci. Penjelasan pun akhirnya kami dapatkan. Hari ini giliran aku yang jaga di RS. Papa sempet menanyakan kenapa dirinya ga diberi tindakan operasi. Dalam pikiran papa, tindakan operasi akan menghilangkan sakit papa. Aku cuma bisa jelasin kalau tindakan operasi tidak bisa dilakukan karena papa sudah tua dan solusi untuk kasus papa adalah kemoterapi. Papa cuma terdiam saat aku jelasin. Aku berusaha hibur dengan bilang kalau kemoterapi sekarang itu ga kaya dulu karena cuma target ke bagian sakitnya aja. Dalam hati aku hancur dan kasian juga sama papa karena papa tuh ga tau apa-apa soal sakit berat yang dideritanya. Gimana sih ya kalau kalian tuh merasakan sakit yang sangat luar biasa tapi kalian tuh ga tau detil itu kenapa. Yang papa tau tuh ya papa kena kanker pankreas dan kalau pankreasnya diangkat, bisa sembuh. Sedih dan miris kan??!
Singkat cerita, tanggal 2 April malam papa memulai kemoterapinya. Kemoterapi yang dilakukan papa cukup lama, yaitu 2 x 24 jam. Jadi baru bisa kelar tanggal 4 April. Kemoterapinya itu berupa infusan cairan yang dibungkus oleh aluminium foil gitu. Sebelum kemoterapi dimulai, sudah tentulah kami harus bayar biaya tindakan juga melakukan deposit dana untuk kamar rawat inap. Di RS sini, pasien harus bayar biaya tindakan dulu baru bisa dilakukan tindakan. Gimana kalau kami ga ada dana ya?? Puji Tuhan papa ada tabungan yang cukup untuk biaya pengobatan papa.
Suster bilang sih kalau kemoterapi papa berjalan lancar. Papa cuma merasakan mual-mual dan pegal-pegal. Hari Minggu tanggal 5 April papa sudah boleh keluar dari RS. Tentunya ada jadwal untuk kontrol dan melakukan kemoterapi kembali. Katanya sih jedanya 2-3 minggu gitu dari kemoterapi pertama. Oh ya, hari Selasa besoknya kami juga harus kembali ke RS karena papa harus ganti perban pada bagian perut karena masih terpasang pigtail untuk buang cairan ascites-nya.
Bosku yang ayahnya juga dulu menginap kanker limfoma bilang kalau masa-masa sehabis kemo itulah masa yang berat. Berat untuk pasien juga berat untuk yang menjaganya. Dari masa di RS saja aku sudah merasakan lelah fisik maupun batin. Fisik karena aku ga bisa tidur nyenyak karena sesekali harus terjaga membantu papa meredakan rasa sakitnya dan lelah batin karena menghadapi kondisi papa yang berat ini. Ya lebih-lebih papa sih yang kesakitan sangat di malam hari sehingga ga bisa tidur sama sekali. Cuma merem mata saja.
Dua hari setelah kemoterapi, papa jadi muntah-muntah. Baru makan atau minum, ga lama muntah. Aku frustrasi. Gimana asupan gizi papa kalau muntah terus. Yang paling parah itu saat Selasa tengah malam. Papa muntahnya banyak banget dan juga cegukan yang ga kunjung hilang. Papa juga ga bisa tidur karena mengeluhkan pegal-pegal. Rabu pagi muntahan papa hitam. Aku bingung apakah itu darah atau obat kemo yang dimuntahkan papa. Aku berasumsi kalau itu obat kemo.
Ternyata aku salah, Kamis dini hari papa makin parah kondisinya. Bahkan sempat jatuh entah kenapa. Adikku sih bilang karena sudah mulai hilang fokus. Bahkan Kamis pagi hari papa sesak napas dan papa setengah sadar. Akhirnya adikku memutuskan untuk segera kembali ke RS.
Di RS, seperti biasa, sebelum rawat inap, pasien harus masuk ke IGD dulu untuk dicek. Papa kali ini CT Scan Thorax dan hasilnya buruk. Ditemukan inveksi virus di paru-parunya. Awalnya kamar ICU biasa yang dipesankan. Tapi karena ada inveksi virus, jadinya harus ICU isolasi dan rapid test serta swap test akan dilakukan. Ya ampuuun.
Saat di IGD itu, aku liat kondisi papa yang kakinya kaku dan keram. Tangannya bergetar. Aku pijat-pijat kaki papa supaya papa lebih enakan. Cukup lama juga kami di IGD sampai akhirnya papa dibawa ke kamar ICU. Karena di ICU isolasi, keluarga tidak boleh ada yang menunggu. Awalnya aku mau tunggu di ruang tunggu. Tapi karena lagi Covid begini, kami disarankan untuk pulang dan update kondisi akan segera dilaporkan melalui telepon. Info kondisi papa, papa mengalami pendarahan yang entah di bagian mana. Dokter ICU cuma bilang kalau ada pendarahan di saluran cerna dan kemungkinan di bagian lambungnya. Tindakan yang diberikan adalah transfusi trombosit dan darah.
Berhubung papa suspect Corona, aku, adikku, suami, dan mama harus ngungsi dulu dengan mengisolasi mandiri takut malah menularkan anggota keluarga lain. Kami berempat ngungsi ke rumah di Bekasi. Puji Tuhan mertuaku baik jadi memperbolehkan kami tinggal sementara di Bekasi. Tiap hari kami bolak balik Bekasi-RS untuk mengurus urusan perawatan papa. Kami juga cuma diperbolehkan video call sama papa karena tidak boleh masuk sama sekali untuk bertemu papa. Sampai akhirnya...hari Minggu, 12 April 2020...hari saat memperingati Tuhan Yesus bangkit dari kematian. Pagi harinya aku ikut ibadah online. Menangis saat menyanyikan pujian yang liriknya menyentuh hati dan sesuai dengan kondisi yang aku alami. Dalam hati aku berdoa agar di hari kebangkitan Tuhan ini, papa juga bisa ikut bangkit dari sakitnya.
Usai ibadah online, kami berempat ke RS dan minta supaya bisa video call kembali. Tapi kali ini tidak diijinkan karena kondisi papa juga sudah setengah sadar dan ga gitu bisa ngomong. Di samping sebenarnya HP yang sudah masuk ruang ICU tidak boleh keluar lagi. Alternatif lain, kami minta supaya kami bisa menulis surat dan surat tersebut dibacakan untuk papa. Dokter pun mengijinkan. Dalam surat itu kami berdoa buat papa dan menyemangati papa supaya bisa kembali lagi berkumpul bersama kami. Setelah itu kami kembali ke rumah di Bekasi.
Ga lama setelah kami makan siang dan mandi, kami mendapat telepon dari ICU dan meminta kami segera ke RS. Jam 15.00 lewat kami sampai di ICU dan kabar buruk yang kami dapatkan. Dokter ICU bilang bahwa papa sudah menghembuskan nafas terakhirnya jam 15.00 dalam kondisi tidur. Padahal pagi tadi kami mendapat kabar bahwa kondisi papa sudah lebih meningkat daripada sebelumnya....Tapi Tuhan berkata lain, Tuhan lebih sayang sama papa dan angkat sakit papa supaya papa ga sakit lagi.
Rasanya cepat banget kan?! Dari sejak divonis mengidap kanker pankreas tanggal 29 Maret 2020 sampai akhirnya papa tiada tanggal 12 April 2020. Betapa ganasnya kanker pankreas itu.
Selamat tinggal papa.
Terima kasih untuk segala kasih sayang dan ajaranmu.
Aku sayang papa. ❤
Kami menunggu cukup lama untuk bisa masuk ke kamar. Dari siang hari hingga jam 5 sorean kami baru bisa masuk ke kamar. Huft. Aku memaklumi karena hasil tes kan ga bisa secepat itu keluar hasilnya. Di dalam IGD pun papa sudah mengeluhkan lamanya digantung di ruang IGD. Tapi aku cuma bisa bilang supaya papa bersabar karena masih harus menunggu hasil tes. Malam itu aku menginap di RS menemani papa. Aku memang sudah membawa baju untuk menginap yang sebenarnya kupersiapkan untuk menginap di Karawang semalam. Siapa sangka malah jadi menginap di RS. Oia, karena kondisi sedang Covid-19 begini, peraturan RS hanya memperbolehkan penjaga satu orang saja dan pasien tidak boleh dibesuk.
Hari Senin giliran adikku yang jaga. Sebelum pulang, aku sempat ketemu dokter onkologi papa dan diberitahu bahwa papa mengidap kanker pankreas dan sudah menyebar. Aku cuma bisa terdiam. Blank - ga tau harus gimana. Aku sempat tanya bagaimana tindakan penyembuhannya. Dokter cuma jawab kemoterapi dan bilang kalau itu bukan menyembuhkan tapi mengobati. Mungkin semacam penegasan kalau kemungkinan sembuh itu ga ada. Terus aku ga mendapat penjelasan lebih lanjut mungkin karena aku pun ga nanya apapun saking shock-nya. Aku pulang dari RS sekitar jam 10an. Selama perjalanan pulang aku cuma bisa menangis. Dari sejak kemarin aku selalu menahan tangis di hadapan papa. Papa ga boleh liat aku nangis. Takut papa makin sedih dan malah membuat kondisinya semakin drop. Aku cuma bisa semangatin papa supaya papa kuat dan bisa hadapin sakitnya. Hari Senin ini papa diberikan tindakan berupa punksi ascites, yaitu tindakan mengeluarkan cairan ascites dalam perut papa yang membuat perut papa besar. Info dari dokter sih setelah dilakukan punksi, akan dipasang pigtail gitu untuk mengeluarkan cairan secara rutin. Karena kalau cuma punksi saja, tidak bisa dilakukan setiap hari dan hanya boleh diambil 2lt cairan saja.
Hari Selasa aku, adikku, dan suami diberikan penjelasan soal sakitnya papa lebih detil oleh dokter DG yang masih keluarga kami. Soalnya kami tuh bingung dan kalau dijelaskan seorang diri tuh rasanya blank. Jadi kami bertiga minta untuk ketemu dokter dan dijelaskan dengan rinci. Penjelasan pun akhirnya kami dapatkan. Hari ini giliran aku yang jaga di RS. Papa sempet menanyakan kenapa dirinya ga diberi tindakan operasi. Dalam pikiran papa, tindakan operasi akan menghilangkan sakit papa. Aku cuma bisa jelasin kalau tindakan operasi tidak bisa dilakukan karena papa sudah tua dan solusi untuk kasus papa adalah kemoterapi. Papa cuma terdiam saat aku jelasin. Aku berusaha hibur dengan bilang kalau kemoterapi sekarang itu ga kaya dulu karena cuma target ke bagian sakitnya aja. Dalam hati aku hancur dan kasian juga sama papa karena papa tuh ga tau apa-apa soal sakit berat yang dideritanya. Gimana sih ya kalau kalian tuh merasakan sakit yang sangat luar biasa tapi kalian tuh ga tau detil itu kenapa. Yang papa tau tuh ya papa kena kanker pankreas dan kalau pankreasnya diangkat, bisa sembuh. Sedih dan miris kan??!
Singkat cerita, tanggal 2 April malam papa memulai kemoterapinya. Kemoterapi yang dilakukan papa cukup lama, yaitu 2 x 24 jam. Jadi baru bisa kelar tanggal 4 April. Kemoterapinya itu berupa infusan cairan yang dibungkus oleh aluminium foil gitu. Sebelum kemoterapi dimulai, sudah tentulah kami harus bayar biaya tindakan juga melakukan deposit dana untuk kamar rawat inap. Di RS sini, pasien harus bayar biaya tindakan dulu baru bisa dilakukan tindakan. Gimana kalau kami ga ada dana ya?? Puji Tuhan papa ada tabungan yang cukup untuk biaya pengobatan papa.
Suster bilang sih kalau kemoterapi papa berjalan lancar. Papa cuma merasakan mual-mual dan pegal-pegal. Hari Minggu tanggal 5 April papa sudah boleh keluar dari RS. Tentunya ada jadwal untuk kontrol dan melakukan kemoterapi kembali. Katanya sih jedanya 2-3 minggu gitu dari kemoterapi pertama. Oh ya, hari Selasa besoknya kami juga harus kembali ke RS karena papa harus ganti perban pada bagian perut karena masih terpasang pigtail untuk buang cairan ascites-nya.
Bosku yang ayahnya juga dulu menginap kanker limfoma bilang kalau masa-masa sehabis kemo itulah masa yang berat. Berat untuk pasien juga berat untuk yang menjaganya. Dari masa di RS saja aku sudah merasakan lelah fisik maupun batin. Fisik karena aku ga bisa tidur nyenyak karena sesekali harus terjaga membantu papa meredakan rasa sakitnya dan lelah batin karena menghadapi kondisi papa yang berat ini. Ya lebih-lebih papa sih yang kesakitan sangat di malam hari sehingga ga bisa tidur sama sekali. Cuma merem mata saja.
Dua hari setelah kemoterapi, papa jadi muntah-muntah. Baru makan atau minum, ga lama muntah. Aku frustrasi. Gimana asupan gizi papa kalau muntah terus. Yang paling parah itu saat Selasa tengah malam. Papa muntahnya banyak banget dan juga cegukan yang ga kunjung hilang. Papa juga ga bisa tidur karena mengeluhkan pegal-pegal. Rabu pagi muntahan papa hitam. Aku bingung apakah itu darah atau obat kemo yang dimuntahkan papa. Aku berasumsi kalau itu obat kemo.
Ternyata aku salah, Kamis dini hari papa makin parah kondisinya. Bahkan sempat jatuh entah kenapa. Adikku sih bilang karena sudah mulai hilang fokus. Bahkan Kamis pagi hari papa sesak napas dan papa setengah sadar. Akhirnya adikku memutuskan untuk segera kembali ke RS.
Di RS, seperti biasa, sebelum rawat inap, pasien harus masuk ke IGD dulu untuk dicek. Papa kali ini CT Scan Thorax dan hasilnya buruk. Ditemukan inveksi virus di paru-parunya. Awalnya kamar ICU biasa yang dipesankan. Tapi karena ada inveksi virus, jadinya harus ICU isolasi dan rapid test serta swap test akan dilakukan. Ya ampuuun.
Saat di IGD itu, aku liat kondisi papa yang kakinya kaku dan keram. Tangannya bergetar. Aku pijat-pijat kaki papa supaya papa lebih enakan. Cukup lama juga kami di IGD sampai akhirnya papa dibawa ke kamar ICU. Karena di ICU isolasi, keluarga tidak boleh ada yang menunggu. Awalnya aku mau tunggu di ruang tunggu. Tapi karena lagi Covid begini, kami disarankan untuk pulang dan update kondisi akan segera dilaporkan melalui telepon. Info kondisi papa, papa mengalami pendarahan yang entah di bagian mana. Dokter ICU cuma bilang kalau ada pendarahan di saluran cerna dan kemungkinan di bagian lambungnya. Tindakan yang diberikan adalah transfusi trombosit dan darah.
Berhubung papa suspect Corona, aku, adikku, suami, dan mama harus ngungsi dulu dengan mengisolasi mandiri takut malah menularkan anggota keluarga lain. Kami berempat ngungsi ke rumah di Bekasi. Puji Tuhan mertuaku baik jadi memperbolehkan kami tinggal sementara di Bekasi. Tiap hari kami bolak balik Bekasi-RS untuk mengurus urusan perawatan papa. Kami juga cuma diperbolehkan video call sama papa karena tidak boleh masuk sama sekali untuk bertemu papa. Sampai akhirnya...hari Minggu, 12 April 2020...hari saat memperingati Tuhan Yesus bangkit dari kematian. Pagi harinya aku ikut ibadah online. Menangis saat menyanyikan pujian yang liriknya menyentuh hati dan sesuai dengan kondisi yang aku alami. Dalam hati aku berdoa agar di hari kebangkitan Tuhan ini, papa juga bisa ikut bangkit dari sakitnya.
Usai ibadah online, kami berempat ke RS dan minta supaya bisa video call kembali. Tapi kali ini tidak diijinkan karena kondisi papa juga sudah setengah sadar dan ga gitu bisa ngomong. Di samping sebenarnya HP yang sudah masuk ruang ICU tidak boleh keluar lagi. Alternatif lain, kami minta supaya kami bisa menulis surat dan surat tersebut dibacakan untuk papa. Dokter pun mengijinkan. Dalam surat itu kami berdoa buat papa dan menyemangati papa supaya bisa kembali lagi berkumpul bersama kami. Setelah itu kami kembali ke rumah di Bekasi.
Ga lama setelah kami makan siang dan mandi, kami mendapat telepon dari ICU dan meminta kami segera ke RS. Jam 15.00 lewat kami sampai di ICU dan kabar buruk yang kami dapatkan. Dokter ICU bilang bahwa papa sudah menghembuskan nafas terakhirnya jam 15.00 dalam kondisi tidur. Padahal pagi tadi kami mendapat kabar bahwa kondisi papa sudah lebih meningkat daripada sebelumnya....Tapi Tuhan berkata lain, Tuhan lebih sayang sama papa dan angkat sakit papa supaya papa ga sakit lagi.
Rasanya cepat banget kan?! Dari sejak divonis mengidap kanker pankreas tanggal 29 Maret 2020 sampai akhirnya papa tiada tanggal 12 April 2020. Betapa ganasnya kanker pankreas itu.
Selamat tinggal papa.
Terima kasih untuk segala kasih sayang dan ajaranmu.
Aku sayang papa. ❤
*big hug dari jauh*
ReplyDeletemakasih ya mei :)
DeleteTurut berduka cita Mbak. Kemarin Bapak Mertua juga gitu, tapi karena penyakit ginjal. Setelah dioperasi malah 2 hari selanjutnya yg nampak baian malah terus mendadak sesak nafas dan meninggal. Semoga kita tetap kuat dan sehat yaa. Big hug
ReplyDeletewaah turut berduka cita juga ya. Iya kadang umur orang tuh ga tau ya..bisa tiba-tiba aja dipanggil Tuhan.
DeleteBig hug juga buat mba Ghina :)
Turut berdukacita mbak, ternyata kanker pankreas itu sangat ganas ya.😓
ReplyDeleteiya...semenyeramkan ituuu. Bisa tuh dibikin cerpennya mas #loh
DeleteTurut berduka cita, kak. serem banget gak sebulan. kayanya memang kudu rutin check up buat antisipasi penyakit-penyakir horor kaya gitu. sayang banget keadaan kaya gini gak bisa sering-sering ke RS.
ReplyDeleteiya makasih ya...Ya begitulah kanker pankreas. Iya harusnya tuh kalau uda ada umur, rutin medical check up setahun minimal sekali lah. Biar bisa antisipasi kalau ada penyakit2 kritis.
Deletepuk puk berjamaah dan peluk virtual dari ku ya mba. semoga almarhum di terima di sisi Tuhan. keep strong!!!
ReplyDeletemakasih ya mba!! :)
Delete