Pertama Kalinya Merasakan Banjir di Jakarta

Awal tahun baru ini ada hal yang lain dari tahun-tahun sebelumnya. Sebelumnya kalau tahun baru itu aku kumpul sama keluarga di rumah. Mainan terompet atau kadang kumpul juga sama teman-teman untuk bakar-bakaran. Eh bukan bakar-bakaran rumah atau ban ya, tapi bakar makanan alias barbecue. Nah di tahun ini aku menghabiskan tahun baru bersama suami. Yes di tahun baru ini statusku yang single sudah berubah menjadi married. ☺️☺️

Banjir (Sumber: Freepik.com)

Selain status yang beda, hal lain yang baru adalah untuk pertama kalinya aku merasakan bencana banjir di Jakarta. Jujur, baru kali ini aku mengalami kebanjiran. Terbangun di pagi hari tanggal 1 Januari 2020, membaca pesan instan dan mendapat pertanyaan "Di rumah aman?" Sontak aku bingung mendapat pertanyaan tersebut. Ternyata pagi hari di tahun 2020 ini, warga Jakarta dan sekitarnya diberikan hadiah berupa kelimpahan air alias banjir. Hihihi.

Setelah mendapat penjelasan bahwa ada bencana banjir, langsung aku membuka pintu beranda (kamarku di lantai 2) dan melihat keadaan di luar. Memang hujan masih mengguyur Jakarta pagi hari itu dan aku kaget karena tanaman palem di berandaku ambruk. Wow dasyat sekali berarti angin di subuh hari tadi. FYI aku baru tertidur sekitar pukul 1 pagi dan memang saat itu hujan sudah turun. Masih hujan kecil sih. Tapi aku dapat info kalau pukul 2 pagi hujan sudah deras mengguyur. Badai malah dibilangnya.
Aku Syok Lihat Kondisi Tanamanku
Puji Tuhan di rumah yang aku tinggali di Jakarta ini, genangan air hanya di halaman rumah saja. Tidak sampai masuk ke rumah. Apalagi rumah yang kutinggali ini didesain lebih tinggi daripada halaman. Jadi otomatis ga sampai masuk ke dalam rumah airnya. Ketinggian air di halaman rumah semata kaki pagi itu... Mama mertua pun langsung menginstruksikan untuk beli ransum alias mi instan di minimart dekat rumah. Langsunglah aku cus pergi ke sana sebelum stok mi instan kehabisan.

Siang hari, papa mertua mengajak kami sekeluarga untuk melihat-lihat keadaan sekitar. Tentunya naik mobil papa yang sudah didesain khusus dengan knalpot yang lebih tinggi supaya tidak kemasukan air. Jujur saat melewati jalanan dekat komplek rumah, aku ngeri lihatnya. Airnya tinggi! Sepaha orang dewasa. Perumahan yang lain yang kami lewati lebih parah lagi karena tinggi dataran yang lebih rendah daripada dataran di jalan raya. Bisa mencapai pinggang orang dewasa sepertinya.


Esok harinya, puji Tuhan pompa di komplek rumah bekerja dengan baik. Tanggal 2 itu halaman rumah sudah tidak tergenang air. Aku sudah siap untuk berangkat ke kantor. Di jalan, si Q memutuskan untuk tidak meneruskan perjalanan ke halte busway karena tingginya genangan air. Ya, aku ga bisa pergi ke mana-mana karena akses jalanan tergenang air. Akhirnya aku pun minta ijin untuk bekerja dari rumah. Memang dekat komplek rumah, air itu belum surut juga. Malah dapat info kalau tinggi air lebih parah dari sebelumnya. Kali depan komplek rumah sudah penuh sekali. Kalau sampai diguyur hujan deras kembali, pastilah komplek rumahku akan terdampak banjir juga...

Baking Powder dan Baking Soda, Apa Bedanya?

Source: Freepik

Apa bedanya baking powder dan baking soda?
Untuk aku yang masih pemula dalam hal membuat kue, perbedaan antara baking powder dan baking soda adalah suatu hal yang membingungkanku. Pertanyaan tersebut terlintas ketika aku nonton video Youtube pufflova yang menginstruksikan untuk mencampurkan tiga jumput baking powder dan satu jumput baking soda. Jeng jeng jeng. Memangnya beda ya antara baking powder dan baking soda.

Selidik punya selidik, ternyata baking powder dan baking soda itu beda guys!!
Baking powder adalah kombinasi dari sodium bicarbonate dan dua zat asam monocalcium phosphate dan sodium aluminum sulfate (sumber: Tirto.Id) . Nah loh nama-nama kimia yang bikin pusing muncul

Sedangkan baking soda hanya terbuat dari satu zat saja, yaitu sodium bicarbonate.

Nah karena baking powder dan baking soda ini berbeda, tentu kegunaannya pun menjadi lain. Baking soda akan berfungsi jika bercampur dengan zat asam seperti mentega, gula merah, cuka, dan yogurt. Namun kalau pakai baking soda, adonan harus segera dimasak setelah diadon agar tetap bisa mengembang. Kalau kelamaan di luar, hasil kue bisa bantat guys. Makanya baking soda ini cocok untuk jenis kue yang dimasak dengan cara dikukus atau dipanggang.

Baking powder akan memperpanjang waktu kembang kue, jadi tidak perlu cepat-cepat dimasak karena dapat menambahkan waktu kembang hingga 20 menit sebelum dipanggang. Karena sudah mengandung zat asam, dengan menggunakan baking powder, sudah tidak perlu lagi menambahkan bahan asam seperti pada penggunaan baking soda. Baking powder ini cocok untuk membuat biskuit atau kue kering karena memberikan hasil yang renyah.


Tapi ada juga kok resep yang memang membutuhkan kedua-duanya, seperti resep Bolu Milo ala pufflova yang kutonton. Hari Minggu kemarin rencananya aku ingin coba membuat Bolu Milo tersebut. Namun sayang, di toko Ind*M*ret dan Alf*m*rt tidak menjual baking soda dan baking powder. Harus nunggu aku pergi ke pasar dulu nih untuk membeli kedua bahan tersebut.

Jadi, sekarang sudah tahu dong apa bedanya baking powder dan baking soda? Kalau yang mau share resep kue yang mudah boleh loh. Aku lagi pengen coba-coba bikin kue nih. Ehehe.

Choco Lava Soft Cookies ala pufflova

Choco Lava Soft Cookies ala Pufflova
Halo halo...
Buat yang kenal sama aku, pasti akan takjub pas tau kalau aku baking. Tenang-tenang. Aku ga seburuk itu dalam hal mengolah bahan menjadi sesuatu yang bisa dimakan kok. Jangan seburuk itu menilai aku. Hahahaha...Nah jadi weekend kemarin itu aku dan adikku membuat Choco Lava Soft Cookies ala pufflova. Kenapa ala pufflova? Karena resep yang kami coba itu milik pufflova, salah satu vlogger tentang cooking yang bisa kalian intip resep-resep mantepnya di sini.

Choco Lava Soft Cookies ala pufflova


Resepnya bisa kalian lihat di gambar berikut:
Resep Choco Lava Soft Cookies ala pufflova
Jadi yang perlu kalian siapkan adalah
Bahan
200 gr terigu (aku pakai tepung terigu segitiga biru)
  50 gr gula pasir (aku pakai gula yang ada di rumah, entah merk apaan, kayanya merk alfamart deh)
  50 gr brown sugar/gula palem (aku pakai merk sedapatnya aja dari toko bahan kue)
    1 sdt vanilla (pake merk kupu-kupu kalo ini)
150 gr mentega cair (pakai blueband trus dicairin)
  50 gr choco chip (ini juga tanpa merk, sedapatnya dari toko bahan kue)
1,5 sdt baking soda (pakai merek kupu-kupu lagi)
   1 butir telur
   1 buah selai cokelat (merk nutella biar enak)
terakhir,
sejumput garam

Alat

  • 1 buah oven, berhubung di rumah adanya oven kompor, jadi pakai seadanya saja. Yang penting bisa manggang
  • 1 buah spatula
  • 1 buah kocokan telur
  • 2 buah sendok
  • 2 buah mangkuk besar
  • 1 buah timbangan dapur
  • 1 buah timer (aku pakai timer HP saja biar gampang)
Atau intip sekalian cara buatnya di Youtube Channel pufflova. Mudah kok. Wong aku yang amatiran gini saja sukses bikin kuenya. Kalian yang jago pasti bisa lah! Lalu untuk bahan-bahan juga mudah didapatkan. Kalau ga nemu selai nutella, bisa pakai selai coklat lain.

Nah jadi ceritanya ini tuh kali kedua aku dan O cobain resep Choco Lava Soft Cookies ala pufflova ini. Berhubung bahan-bahan yang lalu masih pada lengkap, jadi kami tinggal membuat saja. Eh tapi ternyata mentega yang kami pakai sudah habis karena dipakai masak sama papa. Jadi kami beli dulu deh ke Al*a terdekat.

Sesudah bahan semua siap. Si O langsung saja cairin mentega yang baru dibeli. Maklum harus dinginin dulu kan. Ga boleh panas-panas. Tentunya kami timbang dulu supaya banyaknya mentega sesuai dengan resep, yaitu 150 gr. Ehh terus ada insiden dong. Timbangan kami rusak!!!

Alhasil kami harus beli timbangan baru deh karena bahan-bahan yang lain belum sempat kami timbang. Terus ya..selama kami beli timbangan baru di toko seberang rumah, papa berhasil betulin timbangan yang lama. Jadi belanja kami sia-sia karena kami tetap menggunakan timbangan lama. Yang baru akhirnya aku bawa saja deh untuk di rumahku. Manatau kan aku baking sendiri di rumah. ðŸ˜ŽðŸ˜ŽðŸ˜Ž

Setelah semua insiden tersebut, akhirnya kami melanjutkan bikin Choco Lava Soft Cookies ala pufflova tersebut. Kami tetap mengikuti instruksi yang diarahkan pufflova. Tapi anehnya, adonan kue kali ini lebih berminyak dan lebih lembek gituuu. Tidak se"kokoh" adonan pertama kami. Tapi tetap kok kuenya jadi dengan baik.

Nah berhubung oven yang kami mama punya adalah oven kompor, jadi kami tidak bisa set suhu 200 derajat dan memanggang selama 9 menit sesuai instruksi. Jadi kami panggang selama 20 menit dengan 10 menit kami cek gitu takut gosong.

Hasilnya...tetep jadi dong!!! Tentu tidak secantik ala pufflova tapi untuk rasa sih enak kok! Sekeluarga yang mencoba bilang enak. Ehehehe ðŸ˜ŠðŸ˜ŠðŸ˜Š
Tapi yang berbeda, isian dalamnya tidak melted. Hmmm Waktu pertama bikin juga isiannya ga melted. Kami berasumsi karena kami manggangnya kelamaan. Maklumlah oven yang kami punya jelek. Tapi ga apa, yang penting masih bisa dimakan. Eheheh

Begitulah pengalaman keduaku dalam hal bikin Choco Lava Soft Cookies ala pufflova. Jangan sebut kue kami kue cucur ya!!! Soalnya beberapa teman si O bilang kalo kue kami kaya kue cucur. Hahahha. Tentu kalau lihat aslinya ga akan berkata seperti itu sih. Huehehehe. Efek foto saja. ðŸ˜†

Cerita Berobat ke Dokter Tulang

Untuk memenuhi "setoran" tulisan komunitas 1minggu1cerita, aku mau bercerita tentang permulaan aku berobat ke dokter tulang alias orthopedist di salah satu RS yang ada di Jakarta. Sejujurnya aku sudah disuruh ke dokter tulang sama si K dari sejak tahun lalu karena lututku tak kunjung sembuh. Tapi apa daya, rasa mager pergi ke dokter membuatku baru bisa mewujudkannya di awal tahun 2020. FYI, lututku ini sakit akibat jatuh dari motor pada November 2018. Berarti lututku ini tak kunjung sembuh selama satu tahun lebih. Hmmm..

Khawatir, akhirnya aku pun coba berobat ke dokter tulang setelah aku coba tanya-tanya dokter di salah satu aplikasi dokter dan dokter tersebut menyarankanku untuk pergi ke dokter tulang. Kalau pilih RS sih aku asal pilih saja. Terus setelah lihat situs dari RS tersebut, akhirnya aku buat janji untuk ketemu dokter FH karena jam praktek beliau sesuai dengan waktu luangku, yaitu dari pukul 19.00-21.00 WIB. Awalnya aku asal datang saja di tanggal 19 Desember 2019. Tapi ternyata kalau mau ke dokter tulang itu ga bisa dateng gitu aja karena penuh antriannya booo. Jadilah aku buat janji via situs RS tersebut dan kujadwalkan di tanggal 23 Desember 2019 malam.

Eh tapi ternyata rencana tersebut harus kubatalkan karena kantorku mengadakan acara di malam tanggal 23 Desember 2019. Mau ga mau aku jadwal ulang saja di tanggal 27 Desember 2019 malam. Saat itu aku mendapatkan antrian waiting list karena jadwal si dokter FH sudah penuh. Kukira masih bisa lah berobat. Eh tapi sesampainya di RS, antrian benar-benar super panjang. Jam sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB, belum makan malam lagi. Akhirnya si K, yang saat itu menemaniku ke dokter, suggest kami untuk pulang saja karena kami akan kelaparan kalau tetap keukeuh nunggu di sana. Setelah akhirnya aku jadwal ulang di tanggal 3 Januari 2020, kami pun beranjak meninggalkan RS untuk pergi makan malam. 

Tanggal 3 Januari 2020 pun tiba. Entah ini pertanda dari Tuhan untuk melarangku pergi atau gimana. Tapi saat itu Jakarta kebanjiran dan akses keluar dari rumahku banjir sepaha. Ga mungkin dong yah aku bela-belain pergi ke dokter dalam keadaan bencana banjir di mana-mana. Lagi-lagi, batal deh aku periksa ke dokter tulang.

Finally, di tanggal 6 Januari 2020 kemarin, akhirnya aku pergi lagi ke RS sesuai janji yang sudah aku buat via situs RS dengan dokter FH kembali. Kali ini jadi nih aku periksa ke dokter tulang. Sejujurnya aku sudah buat jadwal di jam 20.00-20.30 WIB. Tapi sesampainya aku di sana pukul 20.00, aku diharuskan untuk mendaftar kembali ke bagian dokter tulang dan aku harus MENGANTRI dengan antrian 7 pasien lagi. WHAT?! Jadi sebenarnya sistem buat jadwal itu untuk apa kalau pada akhirnya aku harus antri juga sebanyak 7 pasien?! Mending kalau nunggu 1-2 pasien. Ini 7 pasien loh. And you know what? Aku baru dipanggil pukul 21.30 WIB. Itu pun aku dilayani oleh susternya dulu dengan menanyakan keluhan apa yang aku rasakan dan disuru menunggu di kasur periksa. Hampir pukul 22.00 aku baru diperiksa oleh dokter FH. Dalam hatiku berkata, sistem RS ini buruk juga ya. Pasien sudah bikin jadwal tapi ga berguna karena harus menunggu hingga 1,5 jam. Sungguh wasting time.

Oke jadi keluhan yang aku rasakan itu nyeri pada lutut kanan apabila tersentuh. Lebih lagi kalau berlutut. Wah nyeri deh jadi aku ga bisa berlutut. Kalaupun berlutut ya lutut kananku ini jangan sampai bersentuhan. Keluhan lainnya adalah jempol kaki kiriku ini terasa kebas. Keluhan yang ini aku rasakan sejak akhir Oktober 2019. Jadi masih belum lama.

Hasil diagnosis dari dokter tulang mengatakan bahwa lututku ini bisa jadi mengalami inflamasi atau bisa juga ada gumpalan. Untuk memastikannya bisa cek darah (untuk mengetes inflamasi) dan MRI (untuk mengetes adanya gumpalan). Tapi dokter bilang kalau MRI ini akan tidak begitu berguna juga karena kalau gumpalannya kecil, tak akan terlihat. Lalu dokter FH pun memberiku resep obat minum 2 buah dan satu gel. Sedangkan untuk jempol kakiku, faktor penyebabnya adalah sepatu. Dan memang sih ini terjadi setelah aku pakai sepatu hak tinggi dalam jangka waktu lama. Solusi yang diberikan adalah dengan memakai sepatu dengan pad empuk.

Selesai berobat ke dokter tulang, aku diminta untuk membayar ke kasir yang berada di UGD. Kenapa ke UGD? Karena jam sudah menunjukkan pukul 10 malam dan petugas kasir di unit tersebut sudah tutup. Resepnya pun dikirimkan by online dan bisa ditebus di UGD. 

Pengalaman uniknya adalah...untuk pergi ke UGD itu kami harus keluar gedung dan pergi ke area UGD. Si K yang menemaniku kembali berobat ke dokter tulang pun bercanda dengan mengatakan "Kita bisa kabur nih. Ga ada yang jagain. Ini RS bikin cobaan aja nyuruh kita bayar di UGD. Mana melewati parkiran lagi untuk pergi ke UGD. Bikin kesempatan kabur lebih besar" Aku pun mengiyakan, apalagi harga yang harus dibayar untuk konsultasi dengan dokter sebesar Rp 600.000. Mahal banget ya! :( FYI, tarif ini dituliskan sendiri oleh dokter FH. Asumsiku sih tarifnya bisa jadi suka-suka dipasang oleh dokternya. Tergantung subjektifitas si dokter tingkat kesulitan konsultasi.

Tapi sebagai pasien yang baik, aku pun pergi ke UGD untuk membayar biaya dokter. Sesampainya di sana, ya namanya juga UGD. Penuh dan petugas sibuk menangani para pasien. Aku antri di belakang sepasang muda mudi dewasa yang sedang menunggu kamar. Yang sakit adalah yang pria, sedang yang wanita bantu memeganggi cairan infus dengan mengulurkan tangannya ke atas supaya cairan infus tetap lebih tinggi daripada si pria. Yang pria komplain ke petugas administrasi meminta kejelasan ketersediaan kamar untuk dirinya. Setelah diminta sabar dan sedang ditanyakan terkait ketersediaan kamar, pria tersebut pun akhirnya menunggu sejenak di depan petugas tersebut. Aku yang juga mengantri untuk sekedar bayar, juga mulai tak sabar dan bilang ke petugas yang lain bahwa aku mau membayar. Kembali, aku pun diminta petugas untuk bersabar.

Beberapa menit kemudia, si pria tersebut mulai habis kesabaran dan mulai marah-marah ke petugas wanita yang sedari tadi dia cecar. Dia sudah menunggu dari jam 7 malam dan kamar untuk dirinya tak kunjung jelas. Wajar sih marah. Dia seperti ditelantarkan dengan selang infus yang sudah terpasang. Dalam hati aku berkata,"Gila juga ini RS. Masa ga ada sistem yang ngasih liat petugas tentang ketersediaan kamar. Kaya sistem kamar di hotel gitu. Kan si petugas jadi ga perlu telpon-telpon untuk menanyakan ada kamar atau tidak. Aneh juga. Kasian kan itu pasien uda terlantar 3 jam tanpa kejelasan kamar."

Lalu tak lama akhirnya petugas lain yang kutanya sebelumnya kembali setelah mengantarkan pasien ke kamar dan melayaniku. Aku pun akhirnya membayar dan resep yang dokter sudah buatkan tidak aku tebus karena pasti akan LAMA lagi nunggu obatnya. Padahal sudah jam setengah 11 malam saat itu. Ga mungkin kan aku nunggu sampai tengah malam hanya demi obat penghilang sakit. Dokter pun bilang kalau sakitku ini tidak berbahaya. Jadi yasudahlah akhirnya aku pun pulang dengan membawa surat rekomendasi tes darah dan MRI, serta struk konsultasi dokter tulang nan mahal itu.

Begitulah pengalamanku berobat ke dokter tulang untuk pertama kalinya. Harga yang harus dibayar untuk mendapatkan kepastian itu memang mahal yak. Hmmm.

Pergantian Tahun - Kilas Balik 2019

Tak terasa, sekarang sudah pergantian tahun dari 2019 menjadi 2020. Kalau menilik ke belakang, aku sudah ngapain aja ya di tahun 2019? Sepertinya kebanyakan waktuku terkuras karena mempersiapkan pernikahanku di bulan Oktober 2019.


Januari 2019

Berhubung aku resign di akhir Desember 2018, jadi aku sempat kembali ke kampung halamanku yang tak jauh dari Jakarta. Berhubung aku ga ada kerjaan kantoran lagi, aku mulai bantu-bantu orang tua dalam hal digital marketing produk-produk toko. Sampingannya, aku coba kontak bos lamaku mana tau ada projek yang bisa kukerjakan. Puji Tuhan, aku mendapatkan pekerjaan kembali. Kerjaan yang benar-benar beda banget dari kerjaan sebelum-sebelumnya. Aku belajar banyak hal. Berhubung kerjaanku ini work from home karena perusahaan masih belum establish banget dan memang kerjaan bisa dikerjakan di rumah. Aku pun happy karena ga perlu struggle dengan perjalanan rumah-kantor dan bisa makan enak karena mama masak tiap hari. ^^  Mengalami LDR (yang sebenarnya ga bisa dibilang LDR juga si) sama pasangan. Juga mendapat berita suka karena Mr. Q dapet ponakan baru.

Februari 2019

Imlek tahun ini dibarengi dengan berita duka karena kepergian sosok yang tak diduga-duga akan pergi meninggalkan keluarga yang mencintainya untuk selamanya. Jujur aku benar-benar speechless dan masih ga percaya kalau dia akan pergi secepat ini....
Di Februari 2019 ini juga akhirnya aku memutuskan untuk beli laptop baru. Maklum laptop lamaku sudah kugunakan sejak 2011 dan super lemooooott plus baterai bocor. Uang tabunganku cukup terkuras karena hal ini...

Maret 2019

Sudah mulai ngukur-ngukur jas papa dan bikin gaun untuk mama dan adik-adik. Di bulan Maret ini juga aku mencoba interview di sebuah grup perhotelan gitu karena referensi dari teman yang kukenal dari game online. Psstt game online bukan cuma buat main aja, tapi ada sisi positifnya juga loh. Respon yang diberikan sih positif..tapi sayang aku tak kunjung diberi kejelasan. Sampai akhirnya aku putusin tetep lanjut di kerjaan yang sebelumnya. Di pertengahan Maret juga aku pergi ke Penang untuk foto pre-wedding dan mencoba berobat ke dokter THT di Penang karena hidungku kalau pagi suka berair (ingusan) terus dan bersin-bersin. Puji Tuhan hasilnya ga apa-apa dan didiagnosa kalau hidungku ini sensitif. Aku mulai pakai obat semprot-semprot ke hidungku agar kembali normal.

April 2019

Mr. Q operasi gigi bungsu yang terakhir (kalau ga salah inget). Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah, Indonesia mengadakan pemilu serentak. Aku untuk pertama kalinya juga ikut pemilu presiden. Maafin sebelum-sebelumnya aku ga sempet untuk ikut pemilu karena berada di luar kota tempat tinggal. Di bulan April 2019 ini juga aku ikut sosialisasi di Bank Indonesia. Kenalan dengan rekan-rekan kerja di dunia finansial khususnya rekan-rekan yang sama-sama bergerak di bidang transfer dana.

Mei 2019

Mengenang 100 hari kepergian orang tercinta juga merayakan satu tahunnya ponakan Mr. Q. Untuk urusan kerjaan, mulai ber-progress dalam audit sistem. Kalau soal wedding, sudah mulai bikin undangan pernikahan dan souvenir.

Juni 2019

Lebaran tahun ini ga pergi ke mana-mana. Anak rumahan juga sih. Jadi dihabiskan di rumah kumpul sama papa mama dan adik. Di bulan Juni ini juga mulai banyak bertebaran undangan-undangan pernikahan. Oia, aku juga mulai fitting dress untuk sangjit nanti di bulan Agustus.

Juli 2019

Akhirnya aku dipindahkan untuk mulai ngantor lagi setiap hari. Di bulan ini pulalah aku harus kembali merantau di Jakarta dan hidup mandiri kembali. Di sisi lain, masih sibuk untuk fitting dress pengantin. Juga pertama kalinya ke acara Bekraf Game Prime. Di bulan ini aku bersyukur karena teman-teman kasih surprise ulang tahun untukku. Bersyukur Tuhan kasih aku teman-teman yang baik bahkan pertemanan kami itu sudah dari sejak jaman bangku sekolah.

Agustus 2019

Akhirnya satu acara sebelum pernikahan pun selesai diurus. Sangjit yang dibuat sederhana saja karena memang ga mau meriah-meriah juga karena kan butuh duit yaa cik kalau mau meriah. Di akhir bulan Agustus aku sekeluarga pergi ke Bali untuk liburan sekalian menghadiri pesta pernikahan keponakan. Iya keponakan. Tapi dia lebih tua dua tahun dariku. Maklum papa itu anak cowo paling kecil di keluarganya. Sedangkan ponakanku itu adalah anak dari koko papa paling besar. Cukup terpaut jauh memang umurnya jadi ponakanku bisa lebih tua deh daripada aku.

September 2019

Akhirnya undangan pernikahanku pun jadi. Mulai sebar-sebar undangan deh. Ada yang ketemuin langsung, ada juga yang dikirim pake jasa antar barang. Di bulan ini juga aku ikut diklat yang diadakan oleh PPATK. Kenalan lagi deh dengan orang-orang yang kerjaannya di bidang compliance

Oktober 2019

Akhirnya hari pernikahanku pun tiba. Masuk menjadi keluarga baru dan tinggal di rumah baru. Kalau ditanya gimana rasanya setelah nikah? Sebenarnya aku cukup bingung sih. Karena sama aja rasanya kaya pacaran. Cuma bedanya jadi serumah, ketemu tiap hari. Aku juga tetap kerja supaya tetap berpenghasilan juga. Hihihi. Di bulan ini juga sepupuku nikah dan sahabatku pun nikah seminggu setelah aku nikah. Bulan penuh kebahagiaan karena banyak keluarga-keluarga baru yang dibangun. ^^

November 2019

Pertama kalinya aku nonton konser orkestra. Gila bagus banget! Wajib banget deh nonton buat yang belum pernah. Hihihi. Terus aku baru honeymoon di bulan ini. Hauahahaa. Akhirnya aku merasakan kembali jalan-jalan ke Jepang dan tentunya bisa lebih puas karena pergi-pergi ke tempat yang aku dan suami mau. Meski cuaca di sana cukup dingin tapi suka karena pohon-pohon berwarna merah, jingga, dan kuning. Sayangnya cukup sering hujan juga nih. Huhuhu.

Desember 2019

Merasakan untuk pertama kalinya nginap di Hotel Kempinski karena jadi salah satu peserta yang buat modul untuk PTD. Pergi ke Solo karena aku jadi bridesmaid dari sahabat jaman kuliah. Dukanya...ternyata aku punya kelainan yang tak bisa aku ceritakan di sini. Semoga saja kelainanku ini bisa cepet sembuh. Amin. Oia, di bulan Desember ini juga akhirnya perusahaan tempatku bekerja meluncurkan aplikasi untuk transfer dana ke luar negeri setelah resmi mendapat ijin dari Bank Indonesia. Suatu awal yang cukup baik untuk menyambut tahun 2020.

Yak begitulah kilas balik perjalanan hidupku di tahun 2019. Semoga saja di tahun 2020 ini aku bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi daripada tahun 2019. ^^