Wedding: Review Bikin Undangan di CC Card

Sumber: Pinterest
Undangan merupakan salah satu hal yang tidak boleh terlupakan untuk dibuat. Meski jaman now bentuk undangan berupa digital. Tapi undangan fisik tetap perlu dibuat. Kesannya jadi lebih formal  mengundang dan lebih niat gitu. Si calon suami pun punya pemikiran yang sama akan hal itu.
"Gue sih ga bakal dateng kalau dia ga ngasih undangan secara personal."
Nah pemikiran itulah yang membuat aku dan calon suami untuk membuat kartu undangan. Di samping juga menghormati para rekan orang tua kan. Masa ngasihnya berupa digital?! Mereka kan bukan anak jaman now yang santai saja kalau dikasih undangan bentuk digital. Hehehe.

Pada pos sebelumnya, aku sempat membahas tentang beberapa vendor kartu undangan yang sempat aku datangi atau tanya-tanya. Bisa kalian baca di sini ya...😊😊😊

Baca juga: Vendor Invitation Card

Angkot Jak Lingko, Angkot Kece Jaman Now

Apa itu angkot Jak Lingko? Sebelum ke sana, mari simak dulu pengertian dari Jak Lingo sendiri. Jak Lingko adalah sistem integrasi transportasi publik di Jakarta yang juga merupakan transformasi dari program OK-Otrip (FAQ Jak Lingko, 2018). Jak Lingko itu berarti Jak: Jakarta dan Lingko yang memiliki arti jejaring atau integrasi yang diambil dari sistem persawahan tanah adat di Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Lingko berbentuk seperti jaring laba-laba yang terintegrasi, sehingga nama tersebut dipilih karena mencerminkan makna jejaring atau integrasi seperti sistem transportasi yang akan dibangun di DKI Jakarta.

Pertama kali merasakan naik angkot Jak Lingko itu saat aku dari halte Pancoran Tugu mau ke daerah kantorku di Perdatam. Yang kutahu itu naik angkot 34 arah Stasiun Kalibata. Saat menaiki angkot, aku cukup terkesima dengan tampilan angkot yang baru. Lalu ada mesin tapping di dashboard mobil sebelah supir agar penumpang yang naik melakukan tapping kartu di situ. Saat itu aku cuma punya e-money berupa Flazz yang dikeluarkan BCA. Pak supir menanyakan apakah aku punya kartu Jak Lingko. Kujawab saja tidak dan bertanya apa bisa pakai kartu Flazz. Menurut info dari pak supir sih belum bisa. Jadi aku harus membeli kartu Jak Lingko tersendiri apabila ingin naik angkot Jak Lingko. Berhubung aku ga punya kartu Jak Lingko, pak supir minta bayar cash saja. Padahal harusnya tindakan ini tidak boleh dilakukan. Kenapa? Pak supir Jak Lingko itu tidak kejar setoran seperti supir-supir angkot biasanya. Melainkan mereka digaji sehingga angkot Jak Lingko itu tidak boleh ngetem dan harus selalu lalu lalang meski hanya mengangkut satu-dua penumpang. Waaah ini nih yang aku suka! Angkotnya ga ngetem!!! Habis angkot ngetem itu tuh sumber bikin macet dan bikin waste waktu di jalan.

Tingkat Tiga di ITB: Rekrutasi Asisten Laboratorium di Jurusan Teknik Industri

Agustus 2013, semester lima di ITB. Wow tak terasa aku sudah memasuki tahun ketiga di jurusan Teknik Industri ITB. Apa yang berbeda di tahun ketiga sebagai anak Teknik Industri?? 5 laboratorium (lab) mengadakan open house untuk dilaksanakan rekrutasi asisten lab sekitaran akhir semester ganjil ini. FYI, di Teknik Industri pada masaku itu ada 5 lab, yaitu Laboratorium Sistem Produksi (LSP), Laboratorium Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi (LRSKE), Laboratorium Inovasi dan Pengembangan Sistem Perusahaan (LIPSP), Laboratorium Perencanaan dan Optim(is)asi Sistem Industri (LPOSI), dan Laboratorium Sistem Informasi dan Keputusan (LSIK). Sebenarnya ga cuma anak TI saja yang bisa daftar untuk jadi asisten lab di jurusan Teknik Industri ini. Anak-anak dari jurusan Manajemen Rekayasa Industri (MRI) juga bisa melamar jadi asisten lab. Tapi sayangnya untuk mendaftar di LRSKE, calon peserta diwajibkan sudah mengambil mata kuliah Rekayasa Sistem Kerja dan mata kuliah Ergonomi, which is matkul wajib yang ada di jurusan Teknik Industri dan di MRI ga ada matkul tersebut. Jadilah anak-anak MRI tidak bisa daftar untuk masuk di LRSKE, kecuali dia memang sudah niat banget dari awal ambil kedua matkul tersebut sebagai tambahan SKS-nya.

Pursuit of Happiness

Bukan-bukan. Aku bukan mau review film The Pursuit of Happyness yang diperankan oleh Will Smith. Aku kepikiran aja soal mengejar kebahagiaan saat ngelamun di angkot pagi tadi. Kalian tentu pernah mendengar "Bahagia itu Sederhana" bukan? Saat ngelamun itu aku mikir...Iya ya, sebenarnya orang dikatakan bahagia itu kalau kondisinya bagaimana si?? Punya banyak uang? Ah kayanya orang kaya juga kalau ditanya bahagia atau engga hidupnya, bisa jadi jawabannya engga. Punya gelar tinggi? Hmm tapi ada saja orang yang sedang mengejar gelar Phd malah gantung diri. Punya banyak follower di Instagram? Nyatanya follower itu bisa dibeli. Jadi yang ngikut pun belum tentu benar-benar orang alias bisa jadi bot. Lalu standar seseorang dikatakan bahagia itu apa?